Mengawal Dana Desa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pengelolaan alokasi dana desa di sebagian wilayah dinilai masih kedodoran di sana-sini baik dari segi tata kelola dan akuntabilitas maupun tenaga pendamping yang masih sebatas petugas pencatat kegiatan. Aparatur desa pun khawatir terjerat korupsi lantaran kewenangan yang belum sepenuhnya mereka peroleh sehingga butuh pendampingan.

Terkait hal ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, korupsi yang menjerat aparatur desa telah terjadi sejak tahun 2010. Selama periode 2010-2015, sebanyak 186 perangkat desa telah terjerat kasus korupsi terkait penggunaan anggaran dari pemerintah daerah setempat dengan total nilai korupsi Rp205,7 miliar. Pada tahun 2016, memasuki tahun kedua anggaran dana desa (ADD) dikucurkan terdapat 28 kasus korupsi yang menjerat aparatur desa dengan nilai korupsi Rp18 miliar.

Lantas, bagaimana mengawal dana desa agar pemanfaatannya tepat guna dan aparaturnya terhindar dari penyelewengan? Benarkah aparatur desa sangat membutuhkan peran pendamping? Di sisi lain, terkait sisi implementasi, sudahkah program dana desa tepat guna dan tepat sasaran sebagai salah satu pengungkit pembangunan di daerah pinggiran?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Ahmad Erani Yustika (Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) dan Robert Endi Jaweng (direktur eksekutif Komite pemantau pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD)). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: