Bagaimana Merajut Nasionalisme dan Membendung Populisme Jelang Pilkada Serentak dan Pemilu Raya 2019?

Semarang, Idola 92.6 FM – Sejarah kebangkitan nasional adalah tentang proses menumbuhkan spirit persatuan dalam raga kebangsaan menuju Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kini, tantangan persatuan Indonesia muncul dari gejala populisme dan politik identitas yang membawa serta kebencian atas nama perbedaan.

Populisme menurut Cambridge Dictionary Online adalah “political ideas and activities that are intended to get support ordinary people by giving them what they want” atau makna sederhananya, “Ide dan kegiatan politik yang bertujuan untuk memperoleh dukungan dari rakyat dengan cara memberikan apa yang mereka inginkan.”

Memahami populisme coba kita bandingkan dengan ideologi fasisme. Fasisme membahas semuanya mulai dari sistem politik, ekonomi dan kehidupan bermasyarakat sebagai sebuah kesatuan dalam sebuah ideologi namun Populisme tidak. Populisme hanya berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan petahana tetapi setelah itu bagaimana–tidak pernah dipikirkan. Salah satu sosok yang kerap disebut mempraktikkan metode populisme saat kampanye menuju posisi Amerika Serikat adalah Donald Trump.

Menurut analis politik Exposit Strategic Arif Susanto, krisis kebangsaan kini mendera manakala gejala pembelahan sosial mewujud sebagai dampak buasnya kontestasi kekuasaan. Intimidasi, persekusi, diskriminasi, dan bentuk-bentuk lain ekspresi kebencian semakin mudah kita dapati di antara kelompok-kelompok berbeda dalam masyarakat. Keberagaman menjadi sulit diterima dan perbedaan menjadi hambatan besar dalam komunikasi sosial.

Lantas, di tengah kepengapan politik jelang pilkada serentak dan Pemilu Raya 2019, bagaimana merajut nasionalisme dan membendung populisme? Ikhtiar apa yang mesti dilakukan untuk menghadirkan politik yang mampu menyemai harapan dan menumbuhkan kepercayaan massa pemilih—bukan bukan politik yang menebar benci dan politik identitas?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Analis Politik Exposit Strategic Arif Susanto dan Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Prof Syamsuddin Haris. [Heri CS]

Berikut diskusinya: