Berkaca pada Kisruh Pasca Pemilu, Apa yang Perlu Diperbaiki

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia adalah rumah bersama. Oleh karena itu, setelah terlaksananya Pemilu 2019, hal yang sepantasnya jika semua elemen bangsa bersatu padu merajut persatuan dan bersama-sama membangun bangsa.

Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo menyayangkan aksi kelompok masyarakat yang berujung ricuh bahkan menelan korban jiwa pada 21 hingga 22 Mei 2019. Meski demikian, Presiden memastikan situasi masih terkendali dan meminta masyarakat untuk tidak khawatir.

Harus diakui, Pemilu 2019 lalu menyisakan banyak agenda politik, social, dan agama yang harus diselesaikan. Namun, agenda mendesak yang harus segera diwujudkan adalah merajut kembali kerukunan politik, sosial, dan keagamaan. Kita melihat, Pilpres kemarin tidak hanya kontestasi politik sengit tetapi juga keterbelahan politik, sosial, dan agama.

22 Mei 2019.

Menurut cendekiawan muslim Azyumardi Azra, keterbelahan ini tidak bisa sembuh atau hilang dengan sendirinya. Perlu upaya serius dari seluruh elite politik, elite social, dan elite agama untuk merajut kembali social fabric yang terkoyak.

Pemilu 2019 sudah kita gelar dan KPU sudah mengumumkan hasilnya 21 Mei 2019. Banyak peristiwa yang terjadi mulai dari gesekan polarisasi, insiden meninggalknya ratusan petugas KPPS, hingga aksi penolakan hasil Pemilu yang berakhir kericuhan baru-baru ini.

Lantas, berkaca pada Pemilu 2019 dan hal-hal yang mengiringinya, apa yang perlu diperbaiki agar ke depan penyelenggaraan Pemilu lebih meyakinkan para peserta/ kontestan? Apa yang perlu diperbaiki pula dari UU Pemilu?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dan Dosen Hukum Tata Negara, Peneliti Pemilu Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Khairul Fahmi, SH, MH. (Heri CS)

Berikut diskusinya: