Memasuki Revolusi Industri 4.0, Bagaimana Mestinya Sistem Pendidikan kita Agar tak Hanya Menanamkan “Knowing” tetapi “Being”?

Semarang, Idola 92.6 FM – Di dunia ini ada 2 jenis sistem pendidikan. Yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi makhluk “knowing” atau sekadar tahu saja. Sedangkan, yang kedua sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi mahluk “being”.

Apa maksudnya? Maksudnya kira-kira, sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswa. Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang diketahui sebagai bagian dari kehidupannya.

Anak-anak tumbuh hanya menjadi “makhluk knowing” atau hanya sekedar “mengetahui” saja tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehar-hari dalam semua aspek. Sekolah semacam ini biasanya mengajarkan “banyak sekali matapelajaran”.

Tak jarang membuat para siswanya stress, under pressure, dan akhirnya mogok sekolah. Segala macazm diajarkan dan banyak hal diujikan, tetapi tak satu pun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekadar tahu, “knowing”. Padahal falsafah Jawa pun telah mengajarkan pada kita bahwa “Ngelmu iku kelakone kanthi laku“. Atau sederhananya, kita tidak dapat menguasai ilmu dan memanfaatkannya jika tidak ikut berenang, berkontemplasi, serta mencarinya dengan kesungguhan. Atau makna lain, mencari ilmu mesti melewati proses atau perjalanan lahir batin.

Contoh sederhananya adalah budaya menyeberang di sembarang tempat—bukan di Zebra Cross atau membuah sampah sembarangan. Padahal, kita meyakini betul, sekolah mengajarkan pada siswanya bahwa zebra cross adalah tanda atau hak bagi seseorang yang akan menyeberang jalan. Namun faktanya? Kita makin sulit menjumpai. Perumpamaan lain, kita tentu saja sejak di sekolah ditanamkan buang sampah pada tempatnya. Namun Faktanya kini kita justru melihat di mana-mana sebagian masyarakat kita justru nyampah di-mana-mana.

Kita jadi bertanya-tanya, apa yang salah dengan pendidikan kita? Masihkah kita akan tetap mempertahankan metode-metode lama yang tak lagi relevan? Padahal, kini kita memasuki era revolusi industri 4.0 yang sungguh berbeda dari era sebelumnya.

Revolusi industri generasi 1 yang dicirikan dengan tumbuhnya mekanisasi dan energi berbasis uap dan air. Revolusi industri generasi 2 dicirikan dengan berkembangnya energi listrik dan produksi massal. Revolusi industri generasi 3 dicirikan dengan tumbuhnya industri berbasis elektronika, teknologi informasi, serta otomatisasi.

Revolusi industri generasi ke 4 dicirikan dengan berkembangnya Internet of Things yang diikuti dengan teknologi baru dalam data sciences, robotik, cloud, financial technology, dan seterusnya yang telah mendisrupsi inovasi-inovasi sebelumnya.

Lantas, memasuki revolusi Industri 4.0, bagaimana mestinya membenahi sistem Pendidikan kita agar tak hanya menanamkan “knowing” tetapi “being”? Mesti dimulai dari mana untuk menanamkan spirit Being bagi dunia pendidikan kita? Sudahkah pula dunia pendidikan kita memahami dan menyiapkan generasi muda yang berdaya saing yang sesuai dengan kebutuhan masa depan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Rhenald Kasali (Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia) dan Henny Supolo Sitepu (Ketua Yayasan Cahaya Guru/Pemerhati pendidikan). [Heri CS]

Berikut diskusinya: