Menakar Plus Minus Lamanya Cuti Bersama dan Libur lebaran, Seberapa Berdampak bagi Layanan Publik?

Semarang, Idola 92.6 FM – Libur lebaran tahun ini bakal benar-benar lama. Rencana pemerintah untuk merevisi cuti bersama 7 hari akhirnya dibatalkan. Dengan demikian, plus hari libur yang mengiringi cuti bersama, libur Lebaran menjadi 12 hari nonstop. Keputusan itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani di Jakarta baru-baru ini. Cuti bersama sebanyak 7 hari jatuh pada tanggal 11, 12, 13, 14, 18, 9, dan 20 Juni 2018.

Sebelumnya, pemerintah menetapkan cuti bersama empat hari saja. Namun karena usulan dari Kemenhub dan Polri agar libur Lebaran diperpanjang supaya lalu lintas lebih longgar, pemerintah menambah tiga hari cuti bersama. Hal itu pun menuai pro dan kontra.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana menyatakan, libur lebaran yang lama akan menimbulkan keuntungan serta kerugian bagi pengusaha. Cuti panjang bakal menguntungkan pengusaha di sejumlah sektor seperti pariwisata, jasa transportasi dan perhotelan sebab bisnis mereka berpotensi meningkat selama masa liburan. Namun, di sisi lain, hal itu akan menurunkan produktivitas dan memicu hambatan di sektor-sektor yang bergantung satu sama lain. Misalnya, pengguna jasa pelabuhan ataupun aktivitas ekspor yang harus selalu berkoordinasi dengan operator dan jasa perbankan.

Lalu, apa plus-minus kebijakan semacam ini? Siapa yang paling diuntungkan dan dirugikan? Wapres Jusuf Kalla menyatakan cuti lebaran ditambah, pengusaha akan untung besar. Benarkah? Mestinya apa pertimbangan utama yang digunakan pemerintah ketika memutuskan libur panjang semacam ini ke depan? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Agus Pambagio (Pengamat Kebijakan Publik). [Heri CS]

Berikut wawancaranya: