Menakar Plus-Minus Wacana Debat Capres di Kampus

Semarang, Idola 92.6 FM – Debat capres-cawapres 2019 diusulkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno digelar di kampus. Wacana itu akhirnya dipatahkan oleh Bawaslu dan dianggap sebagai pelanggaran kampanye.

Sementara itu, kubu Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin menanggapi niat Dahnil dengan menyebut mereka mengikuti keputusan KPU. Meski demikian, tak ada nada penolakan dari pihak Jokowi. Wacana debat capres digelar di kampus-kampus terpilih juga ditanggapi oleh Menristekdikti M Nasir. Dia menyebut acara debat di kampus sama seperti Pilpres Amerika Serikat meski, menurutnya, urusan penyelenggaraan pemilu berada di tangan KPU. “Itu tergantung KPU ya, itu kewenangan KPU. Kalau KPU mengizinkan dan KPU meminta kepada saya, (pasti) saya persilakan, perguruan tinggi mana yang akan ditunjuk. Kami akan melakukan pengamanan yang baik. Ini yang penting,” ujar Nasir.

Setelah wacana debat itu terus bergulir, Bawaslu akhirnya angkat bicara. Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo menilai hal tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran kampanye. Merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kampanye di kampus tak boleh dilakukan. Tidak boleh melakukan kampanye, atau ada larangan kampanye di tempat pendidikan, ibadah, dan fasilitas lainnya.

Lantas, wacana debat capres-cawapres 2019 digelar di kampus mengemuka. Muncul pro dan kontra. Apa plus minusnya? Wacana itu akhirnya dipatahkan oleh Bawaslu dan dianggap sebagai pelanggaran kampanye. Nah, dalam konteks ini, mengapa harus dilarang, bukankah dalam konteks pendidikan politik ini bisa dijadikan sebagai salah satu medium pendidikan politik bagi anak muda? Terlepas dari isu ini, sejauh ini, sudahkah kampus menjadi salah satu tempat menyemai pendidikan politik dan literasi politik bagi mahasiswa dan kalangan anak muda? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Wawan Sobari, PhD (Dosen ilmu Politik dan Kebijakan Publik, Ketua Program Studi Magister Ilmu Sosial FISIP Universitas Brawijaya Malang, dan pegiat APSIPOL (Asosiasi Program Studi Ilmu Politik) Indonesia). [Heri CS]

Berikut wawancaranya: