Mengurai Problem Lapas di Indonesia

Semarang, Idola 92.6 FM – Keberhasilan sebuah negara dalam menekan angka kriminalitas dan kejahatan lainnya bisa dilihat dari tingkat hunian dan jumlah penjaranya. Terkait dengan hal ini, kita bisa belajar pada negeri Kincir Angin, Belanda. Tren ditutupnya penjara di Belanda sudah mulai terlihat sejak angka kejahatan menurun di tahun 2004. Pada 2013, pemerintah Belanda menutup 19 lembaga pemasyarakatan karena kekurangan pelaku kejahatan untuk mengisinya. Terkini, di Belanda jumlah penjara yang ditutup bertambah lima lagi sehingga sejak empat tahun lalu sudah 24 penjara berhenti beroperasi.

Namun, lain di Belanda, lain pula di Indonesia. Di sini, Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan justru mengalami kelebihan kapasitas atau overload. Data per Juni 2017 tercatat jumlah narapidana sebanyak lebih dari 153 ribu orang. Adapun kapasitas yang dapat ditampung hanya 122 ribu narapidana. Ini berarti secara keseluruhan lapas di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas penghuni mencapai 84 persen. Problem lain, pemerintah mengakui kesulitan memenuhi biaya makan narapidana dan tahanan yang jumlahnya terus membengkak. Anggaran biaya makan narapidana sebesar Rp1,3 triliun saat ini dinilai masih kurang.

Lantas, mengurai problem Lapas kita, ketika di luar negeri sebagian penjara mulai tutup, mengapa di Indonesia justru Overload dan menyisakan banyak persoalan? Ada Apa sebenarnya di balik overload-nya kapasitas lapas kita? Bagaimana mengatasi problem ini ke depan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Muslim Ayub (anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PAN) dan Ali Aranoval (direktur LSM Pusat Kajian Penahanan (Center for Detention Studies) /‎ Pengamat Lembaga Permasyarakatan). [Heri CS]

Berikut diskusinya: