Perlukah RI Meniru Malaysia Mengeluarkan Kebijakan Potong Gaji Menteri untuk Mengurangi Beban Utang Negara?

Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah terpilih menjadi Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad membuat gebrakan di sisi anggaran Negara. Mahathir memangkas gaji menteri di kabinetnya untuk mengurangi utang negara yang mencapai 1 triliun ringgit. Tak tanggung-tanggung, Mahathir memangkas 10% gaji setiap menteri. Selain mengurangi utang, pemangkasan gaji juga bertujuan untuk mengurangi pembelanjaan pemerintah. Kebijakan ini pernah pula dipraktikkan Mahatir saat pertama kali menjadi perdana menteri Malaysia pada tahun 1981.

Kondisi itu, terasa kontras dengan apa yang terjadi di Indonesia. Jelang momentum Lebaran, pemerintah kita justru terkesan jor-jorran menggelontorkan uang senilai Rp35,7 triliun untuk membayar keseluruhan THR dan gaji ke-13 ASN kita di tahun ini. Di sisi lain, Indonesia juga kini dibebani utang yang begitu tinggi. Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia per April 2018 mencapai Rp 4.180,61 triliun, lebih tinggi dari Maret yang sebesar Rp 4.136 triliun.

Lalu, pertanyaan kita–Apakah pemerintah Indonesia yang dinakhodai Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bisa meniru cara Mahathir mengurangi utang? Jawabannya tentu bisa iya dan bisa tidak. Semua punya perspektif masing-masing.

Namun, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, upaya yang dilakukan Mahathir bisa diadopsi pemerintah Indonesia. Namun, hal itu tidak signifikan. Menurut Bhima, tidak signifikannya pemotongan gaji menteri sebesar 10% karena nilainya masih cukup kecil jika dibandingkan dengan nominal pembayaran bunga utang yang mencapai Rp220 triliun per tahun.

Lantas, bagaimana dengan pemerintah Indonesia yang utangnya mencapai lebih dari Rp4 ribu triliun, perlukah Presiden Joko Widodo mengadopsi cara PM Mahathir mengurangi utang luar negeri? Jika memang perlu, langkah seperti apa yang mesti dilakukan pemerintah? Cukup signifikankah jika memang kebijakan ini diberlakukan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Bima Yudistira Adhinegara (Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Wijayanto Samirin (Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Ekonomi dan Keuangan). [Heri CS]

Berikut diskusinya: