Ketika Utang Negara Melampaui Batas Rekomendasi IMF, Apa Jalan Keluarnya?

Utang
Ilustrasi/detik

Semarang, Idola 92.6 FM – Persoalan semakin tingginya utang Indonesia, sesungguhnya sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu. Selain harus mengeluarkan banyak dana untuk penanganan pandemi Covid-19 dan insentif ekonomi, kian merosotnya penerimaan dari pajak juga menjadi penyebabnya.

Akan tetapi, ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengkhawatirkan pemerintah tak mampu membayar utang. Ini tentunya menjadi sebuah warning atau peringatan serius bagi Pemerintah.

BPK khawatir pemerintah tak mampu membayar utang senilai lebih dari Rp6 ribu triliun. Sebab, rasio utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF) maupun International Debt Relief (IDR). Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Utang 6500 T
Ilustrasi/Detik

Selanjutnya, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-19 persen. Serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

Diketahui, per April 2021, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen terhadap PDB.

Lantas, ketika BPK RI mengkawatirkan pemerintah tak mampu membayar utang karena telah melampaui batas rekomendasi IMF, maka, kita ingin tahu, seberapa mengkawatirkannya? Apa saja jalan keluar yang mesti ditempuh? Di sisi lain, apa implikasinya jika terjadi gagal bayar?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Teuku Riefky (Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI); Akbar Susamto (Pengamat Ekonomi dari Center of Reform On Economics (CORE) Indonesia); dan Dr. Anis Byarwati (Anggota DPR Komisi XI Fraksi PKS dan Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI). (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya: