Rendahnya Kelulusan Peserta Calon Aparatur Sipil Negara, Benarkah Ini Mencerminkan Rendahnya Mutu Pendidikan Kita?

Semarang, Idola 92.6 FM – Kompetisi global yang kompetitif di era revolusi industri 4.0 membutuhkan birokrasi pelayanan publik berkualitas dan inovatif. Selain itu, birokrat yang unggul juga akan turut mengakselerasi reformasi birokrasi yang saat ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Namun, kita cukup prihatin jika melihat rendahnya tingkat kelulusan calon aparatur sipil negara pada tahun ini yang masih jauh dari harapan. Hasil ini juga membuat beberapa formasi terancam tidak terpenuhi. Berdasarkan data sementara Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Rabu (14/11/2018), setidaknya data masuk sekitar 2.096 juta peserta dari 2,8 juta peserta yang mengikuti tes seleksi kompetensi dasar (SKD). Data itu, terbagi menjadi 4 wilayah yakni wilayah timur, tengah, barat, dan pusat.

Peserta dinyatakan lulus ke tahap berikutnya jika memenuhi ambang batas tes karekteristik pribadi sebesar 143 poin, tes intelegensi umum (80 poin), dan tes wawasan kebangsaan (75 poin). Dari data yang masuk, persentase kelulusan terkecil ada di wilayah timur yakni1,44 persen, kemudian wilayah tengah (2,18 persen), barat 3,82 persen) dan pusat (13,69 persen). Mayoritas pelamar gagal dalam tes karakteristisk pribadi. Persentase kelulusan itu sangat jauh dari harapan apabila melihat kuota CPNS tahun ini yakni sebanyak 238.015 formasi—dimana 51 ribu lebih formasi untuk pusat dan 186 ribu lebih untuk daerah.

Bagaimanapun, hasil tersebut tidak boleh sampai menurunkan standar nilai kelulusan yang sudah ditetapkan. Malah, kerugian lebih besar bakal terjadi jika kita membiarkan orang-orang yang tidak berkualitas menjadi pengurus negara

Lebih jauh, kita juga harus menyadari permasalahan pelik dari banyaknya kegagalan seleksi CASN tadi. Itu merupakan peringatan atau lonceng bagi dunia pendidikan. Sudah sering diungkapkan bahwa kualitas angkatan kerja kita kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Data dari World Economic Forum dalam Global Human Capital Report 2017 memperlihatkan Indonesia berada di posisi ketujuh dari 10 negara ASEAN yang dicuplik untuk soal human capital index (HCI). Ketertinggalan itu terkait dengan tingkat literasi, kualitas sistem pendidikan, training, dan sekolah vokasi. Sementara itu, kini kita disadari lagi bahwa kualitas angkatan kerja itu pun tidak cukup baik bagi dalam negeri sendiri.

Lantas, berkaca dari rendahnya tingkat kelulusan peserta calon aparatur sipil negara, benarkah Ini Mencerminkan Rendahnya Kualitas Pendidikan Kita? Bagaimana memperbaiki kondisi ini? Bagaimana pula upaya yang mesti diupayakan pemerintah dalam menyiapkan birokrasi pelayanan publik yang berkualitas dan inovatif serta kompetitif di era revolusi industry 4.0?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Doni Koesoema Albertus (Pemerhati Pendidikan) dan Robert Endi Jaweng (Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)). [Heri CS]

Berikut diskusinya: