Bagaimana agar Inovasi Bisa Menjadi Daya Ungkit Ekonomi dan Daya Saing?

Inovasi Bukan Untuk Pengecut
Ilustrasi: arkademi.com

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo dalam periode lima tahun ke depan, memiliki cita-cita menjadikan inovasi sebagai penggerak ekonomi dan meningkatkan daya saing bangsa. Namun, di sisi lain—salah satu hambatan terbesar menghadang. Di Tanah Air, inovasi belum menjadi bagian budaya bangsa.

Banyaknya riset, publikasi, dan paten tidak akan menjadi pengungkit ekonomi selama tidak bisa dihilirisasi menjadi produk inovasi yang mampu dikomersialisasi. Untuk mewujudkan itu, dibutuhkan ekosistem inovasi yang kuat dan saling mendukung.

Diketahui, selama ini, Indonesia fokus memperbanyak riset yang memang tertinggal dibanding banyak negara maju. Namun, kita seolah lupa memikirkan membangun ekosistem inovasi. Sebab, bukankah—tanpa ekosistem yang mendukung lahirnya produk-produk inovasi asli Indonesia yang mendunia dan munculnya perusahaan pemula berbasis teknologi yang mampu menyerap tenaga kerja akan tetap sulit diwujudkan?

Sejumlah pihak menilai, salah satu yang paling menghambat adalah aturan yang rumit, tumpang tindih, bahkan menghambat lahirnya inovasi dan berkembangnya perusahaan pemula berbasis teknologi. Berbagai aturan yang tak mendukung dan menjadi keluhan peneliti, perekayasa, dan industry perlu dibedah dan dicari solusinya.

Setelah selama ini, Indonesia mengandalkan komoditas dan industri yang ekstraktif, kini presiden ingin agar inovasi bisa menjadi daya ungkit ekonomi dan daya saing. Lalu, entry point mana yang mesti dilalui? Seperti apa kira-kira peta jalan menuju ke sana? Perubahan mindset seperti apa yang menjadi syarat terwujudnya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Ketua Dewan Riset Nasional Bambang Setiadi dan Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Rhenald Kasali. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: