Bagaimana Mengantisipasi Dampak Sosial Budaya Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur?

(ilustrasi: kumparan)

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo telah resmi mengumumkan lokasi persis ibu kota baru Indonesia yang akan menggantikan Jakarta. Ibu kota baru itu terletak di dua kabupaten di Kalimantan Timur yakni Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.

Selain berbiaya besar, sejumlah kalangan menilai, pemindahan ibu kota negara Indonesia ke Kalimantan Timur memiliki dampak lingkungan dan social yang serius. Masuknya penduduk dari luar Kalimantan juga akan membuat ibu kota baru Indonesia ini menjadi pusat budaya baru dengan masyarakatnya yang multikultural. Hal itu tentu akan memunculkan fenomena sosial budaya yang khas karena berbagai budaya dari luar ibu kota akan masuk dan melebur dengan budaya setempat. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian yang menyeluruh di lokasi ibu kota yang baru terutama terkait sosial budaya, dan daya dukungnya.

Kajian ini dinilai penting karena selama ini–kita seolah buta huruf dalam hal ilmu sosial dan humaniora. Kebijakan-kebijakan dan pembangunan infrastruktur kerapkali tanpa diiringi dengan kajian dampak sosial yang memadai. Sehingga, menimbulkan ekses di kemudian hari setelah project selesai dan berjalan.

Lantas, bagaimana mengantisipasi dampak sosial pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur—sudahkah pemerintah menyiapkan kajian sosial yang matang? Kajian sosial dan lingkungan seperti apa yang mestinya disiapkan pemerintah?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Imam B. Prasodjo (Sosiolog & dosen FISIP Universitas Indonesia) dan Andrinof A. Chaniago (Kepala Bappenas 2014 – 2015/ Penggagas penggagas Visi Indonesia 2033). (Heri CS)

Berikut diskusinya: