Pemindahan Ibu Kota Negara: Apa keuntungan yang kita sasar, dan apa kerugian yang mesti kita hindari?

Pemindahan Ibukota
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara atau RUU Ibu Kota Negara terus dikebut. RUU ini sebelumnya telah diserahkan ke DPR 29 September 2021 lalu. RUU terdiri dari 9 bab dan 34 pasal ini berisikan bentuk organiassi, pengelolaan, hingga tahapan pembangunan dan pemindahan ibu kota negara, serta pembiayaannya.

Saat ini, pembahasannya masih berada di tingkat panitia khusus (pansus). Namun, tanda-tanda “kejar tayang” sangat kentara. Hal itu terlihat dari pimpinan Pansus RUU IKN DPR yang menargetkan persetujuan tingkat II akan diambil bulan ini. Sebelumnya, bahkan persetujuan tingkat II ditargetkan pada 18 Januari 2022.

Padahal, ada beberapa substansi strategis yang masih diperdebatkan dalam Pansus RUU IKN. Salah satunya, bentuk pemerintahan dan kekhususan ibu kota negara. Semua pemerintahan mengusulkan bentuk otorita. Namun, karena dalam konstitusi tidak dikenal istilah otorita, akhirnya disepakati Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara.

Kita tentu tidak menghendaki pembahasan RUU yang berlama-lama. Namun, pembahasan yang tergesa-gesa, atau tidak cermat akan berisiko pada publik dan negara di masa mendatang.

Apalagi, Presiden Joko Widodo menegaskan, Ibu Kota negara baru, merupakan bagian dari transformasi besar-besaran yang sedang dilakukan. Untuk itu, pembangunan Ibu Kota negara baru bukan sekadar memindahkan fisik perkantoran milik pemerintah.

Lantas, bagaimana cara mengantisipasi “downside” yang meliputi semua kemungkinan hasil negatif, dari pemindahan Ibu Kota, tanpa mengurangi upside-nya, yaitu hasil tertinggi yang mungkin didapatkan? Adakah regulasi yang memagari agar tidak terjadi ekses, seperti penguasaan lahan, oleh segelintir pihak misalnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Leonard Simanjuntak (Kepala Greenpeace Indonesia); Dr. Fadhil Hasan (Peneliti Senior INDEF); dan Suryadi Jaya Purnama (Anggota Pansus RUU Ibu Kota Negara dari Fraksi PKS). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: