Bagaimana Meningkatkan Partisipasi Publik dalam Pemilu Raya dan Mengindari Golput?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemilu seharusnya membawa kita pada satu kondisi yang mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat atas isu-isu substansial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sayangnya, menjelang Pemilu 2019 ini kita tidak—atau setidak-tidaknya belum mendapatkan sajian tersebut. Kontestan lebih suka dan sibuk pada isu-isu pinggiran daripada isu utama. Mereka lebih suka gimmick daripada substansi.

Jika diibaratkan seperangkat komputer. Ada bagian-bagian pokok yang bersifat sentral dan ada yang sifatnya asesoris atau peripheral. Yang bagian pokok itu seperti spec-nya, kapasitas, RAM, processor, dan mainboard-nya. Sementara, yang asesoris, misalnya, mouse, ataupun casing dan warnanya.

Bagi publik, tahapan kampanye dan juga terutama debat paslon capres-cawapres dikritik karena mereka sejatinya merindukan para kontestan menunjukkan spec atau kapasitasnya. Tapi yang saat ini begitu mencolok dan mewarnai jagat medsos justru yang bersifat asesoris.

Lantas, bagaimana meningkatkan partisipasi publik dalam Pemilu dan mengindari Golput? Bagaimana pula agar tahapan debat paslon capres-cawapres dapat merangsang tingkat partisipasi publik? Narasi-narasi apa yang mestinya dibangun para kontestan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan; Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Dr HM Mukhsin Jamil; Analis Kebijakan Publik Universitas Diponegoro Semarang Dr Teguh Yuwono; dan Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila dan pernah menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Pembangunan V dan VI Siswono Yudo Husodo. (Heri CS)

Berikut diskusinya: