Fenomena Membawa Nama Kampus dalam Aksi Dukung Mendukung Pasangan Capres-cawapres, Patutkah?

Semarang, Idola 92.6 FM-Baru – baru ini, dunia kampus juga tak terlepas dari polarisasi dukung mendukung antar kubu capres-cawapres jelang Pilpres 2019. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik kalangan alumni Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang membawa-bawa nama kampus mereka saat melakukan deklarasi mendukung salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2019.

Salah satu organisasi alumni PTN yang baru saja melakukan hal tersebut adalah Gerakan Alumni UI yang mendeklarasikan dukungan mereka terhadap paslon bernomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, pada akhir pekan lalu. “Secara alumni bebas-bebas saja (mendeklarasikan dukungan), karena itu adalah suatu hak konstitusi masing-masing. Tapi mestinya, tidak terlalu jauh mengatasnamakan universitas,” ujar JK seperti dikutip dalam CNN Indonesia, pada Seminar Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri (Himpuni) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (14/01/2019).

Menurut JK, deklarasi dengan mengatasnamakan alumni PTN tertentu justru akan mengganggu soliditas organisasi. Sebab, sikap politik setiap alumni bisa dipastikan tidak seragam. “Apabila terlalu jauh (organisasi alumni menunjukkan sikap politik), maka pasti alumni itu terbelah,” ujar JK. Selain itu, JK menyampaikan, sebagai institusi akademis, PTN seharusnya tetap dijaga independensinya. Penggunaan nama PTN untuk kepentingan politik dinilai malah membuat perannya terganggu.

Lantas, bagaimana sebenarnya fenomena dukung mendukung organisasi yang mengatasnaman perguruan tinggi dalam Pemilu 2019? Patutkah? Di era demokrasi saat ini, bagaimana mestinya menggalang dukungan tanpa harus melibatkan institusi perguruan tinggi? Di mana mestinya posisi perguruan tinggi dalam konteks pendidikan politik jelang Pemilu seperti saat ini? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Hendri Satrio. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: