Bagaimana Agar Euforia Penetapan Bakal Capres Tidak Menjadi “Pepesan Kosong” buat Pemilih?

Pilpres 2024
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Deklarasi dukungan sejumlah tokoh potensial calon presiden digelar di beberapa daerah. Selain komunitas masyarakat dan sukarelawan, deklarasi pencalonan presiden juga digelar oleh partai politik.

Dilansir Kompas (08/08), memasuki tahapan pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024, bursa pencalonan Presiden kian hangat. Setelah Partai Nasdem mendeklarasikan tiga nama bakal calon presiden, giliran PKB mengenalkan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, sebagai bakal kandidat presiden yang akan diusung dalam pemilu nanti.

Deklarasi dukungan kepada sejumlah tokoh potensial capres juga marak digelar di sejumlah daerah. Di Jakarta misalnya, pada Minggu lalu, komunitas sopir truk mendeklarasikan dukungan terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres. Sementara di Kupang NTT dan Gresik Jawa Timur, kelompok sukarelawan mendeklarasikan dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Terkini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyatakan kesiapannya menjadi calon presiden RI untuk Pemilu Presiden 2024. Hal itu disampaikan dalam keterangan pers bersama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar di Gedung KPU Jakarta.

Sementara, meski belum menetapkan bakal capres, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristianto menyebut 4 nama kader yang berpotensi diusung menjadi bakal capres. Keempat nama itu yakni: Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dan Ganjar Pranowo.

Lalu ketika ramai muncul nama-nama bakal kandidat Presiden jelang Pemilu, bagaimana cara melindungi masyarakat agar tidak sekadar dijadikan tukang “stempel legitimasi”? Bagaimana cara mendorong agar Pemilu tak hanya menjadi sarana demokrasi prosedural yang kehilangan elan vital tetapi Pemilu yang mampu melahirkan rezim politik yang sungguh-sungguh berjuang demi membawa republik ini mencapai cita-cita tertinggi?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof. Budi Setiyono (Pengamat Politik/ Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang),  Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, dan Aditya Perdana, PhD (Pengamat politik/Dosen FISIP Universitas Indonesia). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaMengenal Pesawat Tanpa Awak karya Tim Startup Mahasiswa UMY
Artikel selanjutnyaKementan Kirim 60 Ribu Dosis Vaksin PMK