Menakar Bergulirnya Revisi UU KPK, Benarkah Ini Mempertontonkan Praktik Legislasi Terburuk dalam Sejarah Pasca Reformasi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Direktur Eksekutif SETARA Institut Ismail Hasani mengkritik keras Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau RUU KPK. Ismail menilai upaya Revisi UU KPK ialah praktik legislasi terburuk sepanjang sejarah parlemen setelah reformasi.

Merujuk pada jppn.com (17/09/2019), Ismail menjelaskan beberapa hal sehingga Revisi UU KPK dianggap terburuk. Pertama prosesnya cacat formal. Pembahasan Revisi UU KPK sama sekali tidak melibatkan pemangku kepentingan seperti lembaga antirasuah. Padahal KPK adalah institusi yang paling terkena dampak dari keberlakuan UU hasil revisi ini. Dia menerangkan, hasil legislasi yang baik harus memastikan pemetaan dampak bagi semua pihak.

Dengan begitu, kehadiran produk hukum baru itu diterima dan berjalan efektif. Praktik legislasi sebagaimana digambarkan dalam parade kilat revisi UU KPK adalah manifestasi legislative corruption. Kemudian, Revisi UU KPK berisi muatan yang memperlemah lembaga antirasuah. Revisi membuat KPK tidak efektif memberantas rasuah.

“Pelemahan KPK telah berjalan sempurna. Dari berbagai segi, revisi UU KPK secara keseluruhan telah mengikis sifat independensi KPK yang sangat berpengaruh pada kinerja KPK di masa mendatang,” ujarnya.

Lantas, menakar kembali bergulirnya revisi UU KPK, benarkah ini mempertontonkan praktik legislasi terburuk dalam sejarah pascareformasi? Guna mendiskusikan polemik ini, Radio Idola Semarang mewawancara Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasan. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: