Produk Herbal Terus Dikembangkan Phapros Untuk Jadi Pemain Utama di Fitofarmaka

Petugas laboratorium di Phapros
Petugas laboratorium di Phapros sedang melakukan uji terhadap kandungan obat.

Semarang, Idola 92.6 FM – Perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang farmasi, PT Phapros Tbk terus berupaya menambah portofolio produknya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Utamanya, pemenuhan melalui produk-produk herbal.

Direktur Utama Phapros Barokah Sri Utami mengatakan produk herbal sekarang ini sudah menjadi tren di masyarakat, sehingga banyak produk herbal mulai dikonsumsi.

Produk herbal yang dikembangkan Phapros, jelas Emmy, adalah produk herbal antikolesterol dan antidiabetes. Produk herbal ini dipilih, karena mempunyai pangsa pasar yang cukup besar dan mampu tumbuh hingga lima persen dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan.

Menurutnya, kategorisasi produk herbal di Indonesia terbagi menjadi tiga. Yakni jamu, obat herbal terstandar dan yang tertinggi dan telah lulus uji klinis adalah fitofarmaka.

“Apalagi, produk herbal dikenal dengan khasiatnya yang tak kalah dengan obat-obatan kimia. Saat ini, dua dari tujuh produk fitofarmaka di Indonesia dimiliki Phapros. Yakni Tensigard dan X-Gra,” kata Emmy dikutip dari rilis.

Emmy lebih lanjut menjelaskan, butuh waktu yang lama dan biaya tidak sedikit bagi perusahaan farmasi untuk mengembangkan produk fitofarmaka. Sebab, penelitian fitofarmaka harus melewati proses yang panjang dan teruji secara klinis dari sisi keamanan dan khasiat.

“Inilah alasannya, jumlah produk fitofarmaka sangat sedikit di Indonesia. Padahal, fitofarmaka lebih unggul dari sisi keamanan dibanding obat kimia karena menggunakan bahan baku alam dan telah teruji secara empiris,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Emmy, guna mendorong percepatan pengembangan industri fitofarmaka di Indonesia, diperlukan dukungan dari pemerintah lebih baik lagi. Pembentukan Satuan Tugas Nasional (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka yang diinisiasi BPOM RI, menjadi salah satu upaya perwujudan kebijakan hilirisasi mendukung akses dan ketersediaan obat nasional.

“Pemerintah melalui BPOM RI, saat ini juga terus melakukan pendampingan penelitian dan percepatan evaluasi dokumen penelitian. Termasuk uji prakilnik dan klinik serta konsultasi dan advokasi sebagai upaya untuk mendorong pengembangan industri obat berbahan herbal. Di dalamnya juga ada jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka,” pungkasnya. (Bud)