Mengkritisi dan Mencermati Draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Benarkah Sejumlah Pasal dalam RUU Cipta Kerja Berpotensi Melanggar Konstitusi?

Tolak RUU Cilaka

Semarang, Idola 92.6 FM – Gelombang aksi penolakan terhadap draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus bergulir. Sejumlah aksi terjadi di berbagai daerah hingga saat ini. Di tengah situasi pro kontra tersebut, DPR diminta mencermati sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang berpotensi melanggar konstitusi karena tidak memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tercatat, sedikitnya 31 putusan yang belum atau masih sebagian diatur di dalam RUU Cipta Kerja. Hal itu ditemukan oleh Kajian Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif.

Akibatnya, pasal-pasal itu berpotensi dibatalkan MK jika nanti ada warga yang menguji konstitusionalitasnya. Dari analisis KoDe Inisiatif terhadap RUU Cipta Kerja menemukan, sedikitnya 21 putusan MK yang tidak ditindaklanjuti pemerintah, 4 putusan baru ditindaklanjuti sebagian, dan 7 putusan MK tak dipatuhi karena menghidupkan pasal-pasal yang telah dibatalkan MK. Dari rincian itu, terdapat 1 putusan yang masuk ke dalam dua kategori, yakni dipatuhi sebagian dan menghidupkan kembali pasal yang dibatalkan MK.

  • Download Draft RUU Cipta Kerja, klik DISINI

Peneliti KoDe Inisiatif Rahma Mutiara menyebutan, jumlah pasal yang telah diberi tafsir ulang oleh MK dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Ia mencontohkan, Pasal 169 Ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan misalnya, ditafsirkan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pekerja, buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu. Namun, pasal itu dihapus dalam RUU Cipta Kerja.

Lantas, mengkritisi dan mencermati draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja, benarkah sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja berpotensi melanggar konstitusi? Bagaimana mestinya DPR dan Pemerintah menyikapinya? Mendiskusikan ini, radio Idola Semarang mewawancara Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kajian Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Rahmat Mutiara. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: