Merefleksi Hari Pahlawan: Bagaimana Melahirkan Lebih Banyak Jiwa-Jiwa Kepahlawanan Kepada Anak Bangsa?

Selamat Hari Pahlawan Nasional
(Ilustrasi: Radio Idola Semarang)

Semarang, Idola 92.6 FM – Empat tahun lalu, seorang anak gadis mendadak mogok makan dan mogok bicara karena kecewa usai menonton tayangan dokumenter tentang dampak perubahan iklim. Ia menonton sambil menangis karena tak tega melihat beruang kutub kelaparan. Remaja ini juga marah melihat sampah yang memenuhi lautan dan kesal mendengar dampak pemanasan global. Ia tak habis pikir mengapa manusia tidak melakukan upaya berarti untuk membuat lingkungan hidup jadi lebih baik? Sosok itu adalah Greta Thunberg—gadis remaja—aktivis perubahan iklim asal Swedia.

Dalam aksinya di bulan Agustus 2018 lalu, Greta melakukan demonstrasi sendirian di depan gedung parlemen Swedia. Setiap Jumat, dengan membawa papan tuntutan untuk menanggulangi perubahan iklim, ia duduk dari pagi hingga sore. Greta bertekad melakukan aksi setiap hari Jumat, sampai anggota parlemen Swedia menetapkan aturan baru terkait perubahan iklim. Perjuangan Greta itu kini menginspirasi dan menggerakkan para remaja untuk menjadi aktivis perubahan iklim.

Greta Thunberg
Greta Thunberg, terpilih sebagai “Person of the Year 2019” oleh majakah Time.

Di belahan dunia lain, pada 2006 silam di Amerika Serikat, ada sosok Katherine Commale—aktivis cilik penyelamat jutaan anak di Afrika dari serangan Malaria. Melihat dari film documenter bahwa setiap 30 detik ada seorang anak Afrika meninggal karena malaria, ia tergerak mendirikan organisasi amal “Nothing But Nets” yang khusus menerima kelambu. Kini, seluruh dunia menyebut dia sebagai ‘Malaikat Kecil’.

Pada lingkup kecil, di Indonesia kita pun melihat anak-anak muda yang punya keinginan kuat dan berusaha mewujudkannya dengan membuat platform yang mampu mendongkrak para pelaku UMKM. Ada pula yang melakukan inovasi rekayasa teknologi demi kebaikan lingkungan. Atau di tengah Pandemi—ada orang-orang yang dengan tulus menggalang gerakan sosial, sebagai bentuk berbela-rasa dan welas asih pada sesama yang kesusahan.

Dari cerita singkat itu, menunjukkan betapa “dunia” membutuhkan lebih banyak lagi orang-orang seperti mereka. Maka, pertanyaannya, dari manakah datangnya jiwa-jiwa “kepahlawanan” seperti itu? Merefleksi Hari Pahlawan, bagaimana membentuk dan mengkondisikan jiwa-jiwa kepahlawanan serta cara memupuknya? Melalui instrumen-instrumen apa melahirkan lebih banyak lagi jiwa-jiwa kepahlawanan kepada anak bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Andy Bangkit, Ph.D (mantan Associate Professor Nagoya University); Ahmad Najib Burhani (Profesor Riset LIPI); dan Tri Mumpuni (Direktur Eksekutif Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA)). (andi odang/her)

Dengarkan podcast diskusinya: