Semarang, Idola 92.6 FM – Ibarat manusia, hutan adalah jantung. Begitu vital fungsi hutan bagi bumi. Maka, melihat hutan mengalami kerusakan, sosok yang satu ini tak bisa tinggal diam. Ia tergerak. Ia berupaya menjaga hutan tak semakin rusak.
Adalah Sumini, sosok itu. Sumini, yang berprofesi sebagai petani kopi merasa sedih menyaksikan hutan rusak akibat perambahan. Ia khawatir, kerusakan hutan akan mendatangkan bencana alam. Ia pun mengajak perempuan di tiga desa untuk menjaga dan mengelola hutan.
Desa Damaran Baru dan dua desa lainnya berada di kaki gunung berapi aktif Burni Telong. Jika hutan di pinggang gunung itu rusak, desa-desa di kaki gunung menjadi sangat rentan tersapu bencana banjir bandang atau longsor.
Kekhawatiran Sumini dan suaminya, Sujito, terbukti. Pada tahun 2015, banjir bandang menerjang perkebunan dan rumah warga. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Merujuk pada Kompas (29/12/20), berkaca pada kejadian itulah, Sumini dan warga di tiga desa bermusyawarah untuk menghentikan kerusakan hutan. Mereka membentuk kelompok yang bertugas menjaga hutan dari perambah dan pembalak liar. Mayoritas anggota kelompok adalah perempuan. Para perempuan ranger atau dalam Bahasa Gayo disebut “Mpu Uteun” ini secara bergantian berpatroli di wilayah hutan setiap bulan selama 10 hari.
Mereka jalan kaki puluhan kilometer ke dalam hutan dan kadang bermalam di dalam hutan. Selain menjaga hutan dari pembalak selama patroli mereka juga mencatat keanekaragaman flora dan fauna serta menanam sejumlah pohon.
Selengkapnya, mengenal sosok penjaga hutan dari Kabupaten Bener Meriah Aceh dan kiprahnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang dengan Sumini, Sang Penjaga Hutan & Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung Damaran Baru Kabupaten Bener Meriah Aceh. (yes/her)
Dengarkan podcast wawancaranya:
