Ke Mana Arah Pendidikan Kita Saat ini?

Pendidikan Ilustrasi
Ilustrasi/ISTIMEWA
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. Hal itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut Ki Hajar Dewantara, merdeka merupakan tujuan pendidikan, baik secara fisik, mental, dan kerohanian.

Namun, beberapa kalangan pendidikan menilai, sistem pendidikan yang diterapkan saat ini, lebih mengarah pada kepentingan individu, cenderung kompetitif, dan berkiblat pada kepentingan ekonomi serta industri. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, dikhawatirkan kaum marjinal akan kian terpinggirkan.

Hal itu mengemuka dalam diskusi yang digelar Dewantara Institute, Senin lalu, dengan tema “Dari Pendidikan Multikultur sampai Merdeka, Di mana Pendidikan Inklusif?”

Salah satu narasumber dalam acara tersebut Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu menyatakan, Ki Hajar Dewantara pernah berkata, “Ketika kita bicara tentang kebangsaan, maka kita bicara tentang kemanusiaan.”

Dari pernyataan tersebut, ada tiga hal penting yang tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia, yakni: keberagaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Namun, menurutnya, sistem pendidikan Indonesia saat ini seakan sudah berbalik arah, dan tidak lagi mengedepankan ketiga hal itu.Tetapi, justru berkiblat pada kepentingan ekonomi semata.

Lantas, ke mana sebenarnya arah Pendidikan kita saat ini? Benarkah, hanya berkiblat pada kepentingan ekonomi semata? Lalu, bagaimana mestinya arah Pendidikan kita agar seperti ajaran Ki Hajar Dewantara, di mana manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Ki Setia Adi Purwanta (Direktur Eksekutif Driya Manunggal – Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Difabel), Anggi Afriansyah (Penulis, Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN)), dan Mustafa Kamal (Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS). (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya: