Kerja Keras Menurunkan Stunting, Langkah Apa Saja yang Mesti Ditempuh?

Ilustrasi
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pada usia emas Indonesia merdeka atau seabad mendatang, Indonesia digadang-gadang menjadi negara maju. Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Negara-Negara Maju (OECD) memperkirakan bahwa pada tahun 2045 mendatang, ekonomi Indonesia akan mencapai Rp8,89 triliun US Dollar dan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia.

Prediksi tersebut dilatarbelakangi, pada tahun 2030-2040, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia usia produktif akan mencapai 64 persen dari total penduduk sekitar 297 juta jiwa. Indonesia akan memiliki potensi antara lain salah satu pasar terbesar di dunia, kualitas SDM yang menguasai teknologi, inovatif, dan produktif; serta kemampuan mentransformasikan ekonominya.

Bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, dapat menjadi “keuntungan” jika Indonesia berhasil mengkapitalisasinya. Namun, sebaliknya dia akan menjadi “bencana” apabila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik, misalnya penduduk yang tidak berkualitas dan produktivitas rendah; serta rasio pekerja dan lapangan pekerjaan yang timpang.

Di tengah peluang serta ancaman itu, kini kita dihadapkan pada problem di depan mata bernama stunting atau gizi buruk yang mengakibatkan anak gagal tumbuh. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4%, atau menurun 6,4% dari angka 30,8% pada 2018.

Melihat situasi genting ini, Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Keluarga Nasional baru-baru ini, meminta semua pihak terkait bekerja keras dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. Presiden menargetkan angka stunting dapat ditekan menjadi 14 persen pada 2024 nanti. Sebelumnya, pada tahun 2014 lalu persentase angka stunting di Tanah Air sebesar 37 persen.

Desakan Presiden Joko Widodo agar semua pihak bekerja keras dalam menurunkan stunting, perlu diimbangi dengan kecakapan teknokratis dalam melaksanakannya.

Maka, apa saja langkah-langkah yang akan ditempuh, serta bagaimana persisnya upaya menurunkannya? Selama ini apa saja hambatannya? Dan, apakah ada solusi yang lebih efektif?
 
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof Dr Sandra Fikawati (Ahli gizi ibu dan anak/ Guru Besar Tetap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dalam Bidang Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat), Dr Ir Zulhaida Lubis, MKes (Ahli gizi/Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU)), dan dr Hasto Wardoyo (Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: