Refleksi Kebangkitan Nasional: Sejauh Mana Kita Sadar Bahwa Bangsa Kita adalah Bangsa Majemuk?

Kebangkitan Nasional 2023
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pada 20 Mei 2023, bangsa Indonesia memperingati 115 tahun Kebangkitan Nasional. Tema Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, yakni “Semangat Untuk Bangkit”. Tema tersebut dipilih agar Hari Kebangkitan Nasional dapat melambangkan nilai-nilai semangat dan kekuatan untuk bangkit menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.

Sejarah peringatan Hari Kebangkitan Nasional tak terlepas dari berdirinya Boedi Oetomo organisasi pemuda yang dicetuskan pada 20 Mei 1908 silam.

Organisasi Boedi Oetomo itu didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa sekolah kedokteran STOVIA. Meski tak langsung terjun ke bidang politik tapi semangat dan pemikiran para anggota Boedi Oetomo menjadi pemicu perjuangan untuk melepaskan bangsa ini dari penjajahan.

Keberadaan organisasi Boedi Oetomo telah mengubah perjuangan bangsa Indonesia yang awalnya dilakukan secara fisik menjadi perjuangan secara diplomatis.Boedi Oetomo juga mengubah perjuangan yang pada awalnya bersifat kedaerahan menjadi berskala nasional. Mereka turut membangkitkan semangat nasional rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan demi mencapai kemerdekaan.

Meski demikian, sejumlah pihak menilai, ada kecenderungan atau tren menurun dalam kesadaran kita sebagai bangsa yang majemuk bahwa bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Hal itu dapat dilihat dari masih maraknya kasus intoleransi di sejumlah daerah dalam beberapa waktu belakangan ini.

Maka, merefleksi Hari Kebangkitan Nasional, sejauh mana kesadaran kita sebagai bangsa bahwa bangsa kita adalah bangsa yang majemuk? Bagaimana menjadikan peringatan kebangkitan nasional sekarang ini sebagai momentum untuk memperkuat kohesivitas dan persatuan bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Siswono Yudo Husodo (tokoh nasional/Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila), Melki Sedek Huang (Ketua BEM Universitas Indonesia), dan Prof Wasino (Akademisi/ sejarawan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: