Presiden adalah Jabatan Publik dan Politik, Benarkah Presiden Boleh Memihak Bahkan Melakukan Kampanye?

Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Beberapa waktu belakangan, Presiden Joko Widodo mendapat sorotan publik. Hal itu terkait dugaan keberpihakannya pada salah satu calon dalam Pilpres 2024.

Menanggapi kritik tersebut, dalam sebuah kesempatan, Presiden Jokowi menyatakan bahwa seorang presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden—selama mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

Apa yang disampaikan Presiden tersebut merujuk pada aturan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu bahwa Presiden dan Menteri boleh melakukan kampanye, asalkan dia cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. Ketentuan lebih jauh soal larangan memakai fasilitas negara untuk kampanye pejabat negara diatur dalam Pasal 304-305 UU Pemilu.

Pernyataan Presiden tersebut kemudian memicu polemik. Posisi Presiden sebagai kepala negara dinilai kurang tepat jika ikut cawe-cawe dalam Pilpres.

Lalu, benarkah presiden boleh memihak bahkan ikut kampanye dalam Pemilu? Apa saja batasannya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Aditya Perdana, PhD (Pengamat Politik/Dosen FISIP Universitas Indonesia) dan Bivitri Susanti (Ahli Hukum Tata Negara/Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: