ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM-Aksi demontrasi yang terjadi dalam beberapa waktu belakanganโ€”salah satunya dipicu adanya tunjangan perumahan Rp50 juta/ bulan bagi anggota DPR RI.

Publik pun mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang didukung pimpinan parpol mengumumkan akan mencabut tunjangan anggota DPR tersebut karena telah menyakiti hati rakyat Indonesia.

Terlepas dari pencabutan sejumlah tunjangan bagi anggota DPR termasuk tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan, sejumlah pihak juga tak menemukan rasionalisasi mengapa negara harus membiayai mereka yang sudah berdomisili di Jabodetabek dan punya rumah pribadi.

Seharusnya tunjangan rumah tersebut tak diberikan seragam kepada anggota parlemen. Tunjangan rumah mestinya diberikan dengan mekanisme rembes (penggantian biaya atau dana yang telah dikeluarkan) serta harus berdasarkan plafon yang wajar dan sesuai indeks sewa di Jakarta.

Selamat atas dilantiknya Hadi Santoso, Ketua DPW PKS Jawa Tengah.

Lalu, bagaimana seharusnya kita mengukur tunjangan DPR agar sesuai prinsip keadilan sosial? Apakah perlu ada badan independen yang mengatur dan menentukan standar hak keuangan pejabat publik, termasuk DPR, sehingga tidak bergantung pada keputusan internal mereka sendiri?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kami akan berdiskusi dengan narasumber: Bernard Allvitro (Peneliti Forum for Budget Transparency (FITRA)) dan Eko Listianto (Direktur Institute for development of Economics and Finance (INDEF)). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: