ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM-Platform digital telah menjadi ruang utama publik berkomunikasi, mengakses informasi, dan berekspresi. Namun, maraknya disinformasi, fitnah, dan ujaran kebencian (DFK) memicu persoalan serius. Di antaranya: polarisasi, penurunan kualitas demokrasi, hingga ancaman terhadap keamanan nasional.

Atas situasi itu, negara dituntut hadir menyusun regulasi untuk melindungi publik sekaligus tidak mengekang kebebasan pers dan berekspresi.

Oleh karena itu, baru-baru ini, Pemerintah menegaskan, platform digital yang beroperasi di Indonesia agar mematuhi aturan hukum terkait penanganan konten bermuatan DFK dan tidak membiarkannya berkembang berlarut-larut guna menjaga demokrasi dan ruang digital yang sehat.

Pesan ini disampaikan dalam diskusi bersama antara media massa dan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, Wakil Menteri Komunikasi Digital Angga Raka Prabowo, dan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar, Selasa (26/08) lalu.

Dalam kesempatan itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan menyampaikan keprihatinan atas maraknya DFK di jagad internet. Menurutnya makin ke sini itu tak hanya makin serius tapi makin profesional. Dan, dikhawatirkan ini tidak hanya membuat kegaduhan tapi juga meresahkan karena bisa memecah belah bangsa bahkan bisa menghambat pembangunan.

Untuk itu, Kantor Komunikasi Kepresidenan telah membangun kanal resmi cek fakta yaitu @cekfakta.ri dan mengapresiasi media massa yang sudah memiliki platform cek fakta. Ia juga mendorong media lainnya yang belum memiliki platform tersebut agar juga melakukan hal serupa.

Lalu, bagaimana regulasi pada platform digital untuk mengantisipasi konten bermuatan Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian (DFK)? Sejauh mana regulasi platform digital bisa selaras dengan UU Pers agar tidak mengekang kebebasan pers serta kebebasan berekspresi?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Abdul Manan (Anggota Dewan Pers) dan Agus Sudibyo (Pengamat Media/ Ketua Dewas LPP TVRI). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: