Menyeruput Seduhan Kopi Arab Di Masjid Menara

(photo: beritajateng)

Semarang, Idola 92.6 FM – Anda pecinta kopi? Ada tradisi unik meminum kopi yang dilakukan hanya saat bulan Ramadan di sebuah masjid di Kota Semarang. Ya… tradisi meminum Kopi Arab yang dilakukan di Masjid Layur atau populer disebut Masjid Menara yang berada di Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Baru-baru ini saya berkesempatan mencicipi kopi arab itu di bulan Ramadan 2016.

Suasana sore pukul 16.00 WIB masih terasa sepi ketika saya menyusurui sekitaran Jl Layur Semarang atau yang sering dikenal dengan Kampung Melayu. Sampai di Masjid Menara saya menaruh perhatian dengan arsitektur masjid tersebut.

Arsitektur salah satu masjid tertua di Kota Semarang ini masih utuh seperti ciri khas bangunan tempo dulu. Sejarah secara turun temurun menceritkan bahwa kawasan Masjid Menara di Jl Layur nomor 33, Kampung Melayu, Semarang dulunya merupakan tempat bermukim penduduk Melayu pada masa Hindia Belanda atau sekitar 1743 M.

Posisi Masjid ditutupi tembok tinggi yang kurang lebih sekitar lima meter sehingga jelas yang terlihat dari luar ialah bagian menaranya saja. Masjid menghadap ke arah Sungai ‘Mberok’ Semarang yang pada masa itu menjadi sungai perdagangan penting di Kota Semarang.

Jelang adzan maghrib jamaah masjid mulai datang beserta pengunjung lain yang ingin menikmati berbuka puasa dengan seduhan Kopi Arab tidak terkecuali saya. Namun keunikan lain Masjid Menara ialah khusus diperuntukkan untuk laki-laki, sehingga saya berkesempatan menikmati berbuka puasa dengan menyeruput Kopi Arab dari halaman masjid.

Secangkir Kopi Arab disediakan bagi pengunjung yang akan berbuka puasa di Masjid Menara dengan sajian lain seperti kurma dan jajanan tradisional khas Kota Semarang sebagai pendamping Kopi Arab yang syarat dengan aneka rempah tersebut.

(photo: kompas)
(photo: kompas)

Ketua Yayasan Wakaf Masjid Menara Abubakar Salim Alatas menjelaskan, Masjid Menara sendiri setidaknya menyiapkan 4 liter Kopi Arab atau sekitar 40 hingga 60 cangkir kalau sudah disuguhkan.

“Tradisi minum kopi saat berbuka puasa sudah ada sejak zaman dahulu kala sekitar tahun 1800-an sejak pedagang dari arab singgah ke Kota Semarang untuk berdagang,” tutur Abubakar Salim.

Kopi Arab ini, dikatakannya, dahulu dibuat guna menghangatkan tubuh dari udara dingin dan hingga saat ini tradisi minum kopi terus berlanjut. Dari hal itulah kini masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Kopi Arab.

Meski berbeda dari awal mula tradisi, namun peminat kopi arab ini dari tahun ketahun semakin bertambah. Hal tersebut terbukti dari antusias warga yang datang jelang Maghrib di Kampung yang berjuluk kampung Melayu Semarang tersebut.

Jamaah masjid dan pengunjung lain duduk bersila berhadap-hadapan di dalam Masjid, ketika adzan maghrib mereka menyeruput Kopi Arab ini. Tak ketinggalan saya ikut meminum Kopi Arab dari halaman masjid karena perempuan sesuai tradisi tidak diperkenankan masuk mengingat hanya khusus kaum Adam saja.

Rasa hangat disekujur badan menjadi sensasi pertama saat menikmati kopi yang dibuat dengan tujuh macam rempah-rempah. Racikan kopi ini antar lain kayu manis, kapulaga, cengkeh, jahe serta aneka rempah lainnya yang dimasak menjadi satu serta diberi kopi tumbuk khas dari Masjid Menara sendiri.

Yang membedakan Kopi Arab di masjid yang memiliki menara yang menjulang tinggi tersebut dengan kopi lainnya adalah rasa yang kuat didalamnya. Rasa yang hangat dan kuat itu Karen afaktor rempah-rempah yang ada merasuk dalam satu racikan kopi ini.

Menurut Abubakar Salim, meski sat ini tradisi fungsi Kopi Arab sedikit berbeda zaman dahulu, bahan-bahan yang digunakan untuk Kopi Arab tetap saja sama seperti awal mula tradisi ini muncul. Hanya saja zaman dahulu pedagang arab menikmati kopi arab didampingi dengan kari serta makanan khas arab lainnya, namun saat ini hanya disajikan takjil sebagai pendamping seperti buah kurma.

Nah bagi anda yang ingin menikmati sensasi hangat saat minum Kopi Arab serta bisa menikmati bangunan bersejarah. Anda bisa menyempatkan waktu untuk singgah ke Masjid Menara Layur yang letaknya di Kampung Melayu, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara. (Anggita Candra)