Bagaimana Mengantisipasi Dampak Problem Penduduk Menua Di Tengah Menyongsong Bonus Demografi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Kebijakan tentang kependudukan dinilai mesti disusun dengan mempertimbangkan perubahan struktur penduduk Indonesia. Dengan demikian, bonus demografi yang didapatkan Indonesia karena jumlah penduduk produktif lebih besar dibandingkan dengan usia muda dan usia lanjut akan maksimal. Sebab, hal itu, terkait juga dengan perencanaan fiskal ke depan. Demikian mengemuka dalam “Dialog Kebijakan Demografi Indonesia: Masa Depan yang Diinginkan” yang digelar sekaligus memperingati Hari Kependudukan Dunia baru-baru ini di Jakarta.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan, saat ini, bonus demografi di Indonesia yang menurut perkiraan awal puncaknya akan sampai pada 2030, kemungkinan akan terjadi lebih panjang. Lalu, pada tahun 2045, kita akan masuk soal penduduk yang menua seperti di Negara barat dan Jepang.

Menurut Bambang, selama ini persoalan kependudukan dipandang sebagai hal yang alamiah. Demikian pula pandangan terhadap adanya bonus demografi yang diprediksi pada tahun 2020 dan memuncak pada tahun 2030. Setelah itu masuk pada fase penduduk yang mulai menua. Sementara ini, tidak ada kebijakan terkait kependudukan yang baru setelah program keluarga berencana (KB) dimulai pada tahun 1971. Padahal, program KB tersebut dinilai berhasil memengaruhi struktur penduduk di Indonesia.

Lantas, cukupkah kita membiarkan problem penduduk menua akan terjadi secara alamiah, atau perlu menyiapkan strategi untuk menyongsongnya?Jika memang diperlukan, Strategi seperti apa yang mesti disiapkan untuk mengantisipasi dampak problem penduduk menua di tengah kita menyongsong puncak bonus demografi tahun 2030?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dr Turro S. Wongkaren (Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI)) dan Sukamdi (peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM)). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: