Membaca Geopolitik Arah Pertemuan Bersejarah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, hari ini (12/6/2018) digelar di Pulau Sentosa Singapura. Meski demikian, spekulasi beredar, apa yang akan dihasilkan pada pertemuan tersebut masih sulih diprediksi.

Pertemuan dua tokoh ini sejatinya bak drama Korea—film berseri buatan Korea Selatan yang kerap menguras emosi penikmatnya. Begitu juga drama antara Trump dan Kim Jong Un. Rencana pertemuan keduanya beberapa waktu lalu, begitu menyita energi dan membuat dunia turut berdegup panjang merasakan ketegangannya. Bagaimana tidak—tak sekadar perang kata-kata, ketegangan di antara keduanya juga diiringi sejumlah uji coba rudal balistik antarbenua dan tes ledakan nuklir bawah tanah yang dilakukan Korut di Semenanjung Korea.

Namun, Drama itu kini menuju klimaks di Singapura. Ada banyak harapan dari segenap penjuru dunia, pertemuan ini bisa menjadi semacam batu landasan pengentian perseteruan nuklir di antara dua Negara ini. Program Denuklirisasi benar-benar akan terwujud.

Sementara dari aspek ekonomi, pertemuan ini diharapkan bakal menjadi sentimen positif bagi perekonomian dunia. Pertemuan diharapkan dapat meredam ketegangan kedua negara tersebut soal nuklir. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, dalam peta ekonomi global, ada yang namanya terminologi VUCA alias volatilty, uncertainty, complexity, ambiguity. Menurut Tony, kebijakan Kim Jong Un yang kontroversial, menjadi salah satu faktor VUCA, terutama dalam hal uncertainty dan complexity. Redanya tensi akan menyebabkan perekonomian global menjadi lebih stabil. Dampaknya dapat menggairahkan investasi, stabilitas harga minyak, dan seterusnya.

Lantas, membaca arah Geopolitik pertemuan bersejarah Presiden Amerika Serikat Donal Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-Un, mampukah ini menjadi titik awal terciptanya perdamaian kedua negara? Akankah pertemuan di Singapura ini menjadi batu landasan terciptanya denuklirisasi di antara dua negara musuh bebuyutan tersebut? Di sisi lain, dari aspek ekonomi, akankah pertemuan ini juga menciptakan sentiment positif bagi perekonomian dunia?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: A Tony Prasetiantono (Kepala Pusat Studi Ekonomi & Kebijakan Publik UGM Yogyakarta) dan Evi Fitriani ( Pengamat hubungan internasional UI). [Heri CS]

Berikut diskusinya: