Membaca “Politik Kaos” Jelang Pilpres 2019

Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah sempat muncul gerakan “Jokowi Dua Periode” beberapa waktu yang lalu, sekarang muncul gerakan perlawanan “2019 Ganti Presiden” melalui medium kaos. Gerakan 2019 Ganti Presiden ini begitu masif.

Di media sosial, mulai banyak orang-orang yang berfoto menggunakan kaos bertuliskan #2019GantiPresiden. Banyak pengusaha kaos yang mulai menjual kaos #2019GantiPresiden. Bahkan, di Rakernas Bidang Hukum dan Advokasi Partai Gerindra beberapa waktu yang lalu, ada salah satu stan yang menjual kaos ini.

Banyak tokoh-tokoh politik yang memberikan komentar terkait gerakan ini. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri ikut berkomentar soal gerakan ini. Dalam acara Konvensi Nasional 2018 di Puri Begawan, Kota Bogor, beberapa waktu yang lalu, Jokowi sempat menyindir soal gerakan ganti presiden ini. “Sekarang isunya ganti lagi, isu kaus. #2019gantipresiden di kaus,” ujar Jokowi. “Kalau rakyat berkehendak bisa. Masak pakai kaos itu bisa ganti presiden? Nggak bisa.”

Gerakan 2019 Ganti Presiden ini mulanya dipopulerkan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ani Sera dan kemudian meluas utamanya karena terus disebarkan oleh para kader dan simpatisan PKS serta Gerindra. Gerakan berbasis kampanye komunikasi ini disebarkan melalui tagar, kaos, gelang, dan media-media lainnya. Menurut Mardani, gerakan 2019 Ganti Presiden ini adalah salah satu bagian dari pendidikan politik bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi untuk memilih yang terbaik.

Lantas, etiskah kampanye politik melalui kaos semacam ini? Apakah ini menandai semakin memanasnya tensi Pilpres 2019? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara dengan Hendri Satrio (Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Jakarta). [Heri CS]

Berikut wawancaranya: