Prof Rhenald: VOC Gulung Tikar Karena Tak Siap Hadapi Perubahan

Semarang, Idola 92.6 FM – VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) gulung tikar karena tak mampu menghadapai perubahan revolusi Industri. Demikian dikemukakan Guru Besar FEB Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali saat perihal pentingnya beradaptasi dan bersiap manakala menghadapi era disrutif yang ditandai dengan perubahan inovasi teknologi yang begitu cepat.

Sejenak melihat sejarah, lanjut founder Rumah Perubahan ini, VOC pada masa jayanya memanfaatkan kapal layar untuk mengangkut barang. Barang-barang sebelumnya dimasukkan ke dalam peti-peti dan memanfaatkan para kuli untuk mengangkutnya ke dalam kapal layar.

VOC merupakan Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.

“VOC pada waktu itu miliki ribuan kapal layar. Tiba-tiba VOC hadapi dunia baru yang bernama revolusi industri. Muncul kapal baru dengan tenaga kapal uap. Apa yang harus dilakukan VOC? Harus berubah kan?” kisah Prof Rhenald saat diwawancara Radio Idola Semarang melalui telepon, Kamis (01/03/2018).

VOC Ship Storm (ilustrasi: maxdemooij.nl)

Dia melanjutkan, pada situasi semacam itu, kemudian datang seorang advisor kepada VOC. Dia menyarankan pada VOC untuk membeli mesin uap untuk ditaruh di dalam kapal layar. “Yang terjadi, orang yang kerja bingung, kapalnya pun ikut bingung. Ini harus dijalankan dengan mesin atau angin,” tuturnya dalam diskusi bertema “Menyiapkan Generasi Muda yang Mampu Beradaptasi di Era Industri 4.0 atau Revolusi Industri Keempat.”

Menurut Prof Rhenald, seperti itulah revolusi industry 4.0. Hari ini, manusia dunia menghadapi situasi baru dengan peraturan lama dan merasa diperlakukan tidak adil ketika muncul anak muda yang mengusung industri baru tanpa otot. Bahkan rekan kerja adalah robot.

“Dengan kondisi serta cara marketing berbeda, dan kita menuduh mereka tak bayar pajak, melanggar regulasi, dan kita menuduh mereka salah,” ujarnya.

Selain itu, kita menuduh ekonomi yang buruk terjadi karena dipengaruhi ulah mereka. “Penjualan turun dan lain sebagainya karena kita beranggapan semua serba kelihatan. Seperti kisah tadi, menjadi VOC dan akhirnya VOC kemudian gulung tikar ketika menghadapi revolusi industri dan hanya tinggal sejarah,” jelasnya.

Dia menekankan, untuk menghadapi perubahan cepat ini, semua elemen bangsa harus beradaptasi. “Adaptasi itu bukan hanya sekadar membeli seperti VOC membeli kapal uap. Mesin uap ditaruh di kapal air. Tetapi, leadership harus berubah, cara penanganan juga harus berubah,” tandasnya. (her)