Bagaimana Menemukan Jalan Tengah Konflik di Papua

Semarang, Idola 92.6 FM – Kita kembali prihatin. Di tengah gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah menolak sejumlah RUU yang kontroversial, bumi Cenderawasih, Papua kembali bergejolak. Letupan aksi yang terjadi di Wamena berakhir dengan kerusuhan yang mengakibatkan korban jiwa. Hingga Senin (24/09/2019), Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan, ada 26 orang meninggal buntut kerusuhan yang terjadi. Sebanyak 22 korban tewas di antaranya adalah warga pendatang. Sementara 4 korban tewas lainnya adalah warga asli Papua. Selain itu, 66 orang mengalami luka-luka.

Merefleksi ini, kita seolah diingatkan bahwa NKRI harga mati, sesungguhnya bukan hanya sekedar jargon. Karena di situ terkandung komitmen utk menjaga dan melindungi keutuhan Negara Kesatuan ini–apa pun tebusannya dan berapa pun harganya.

Akan tetapi, di pihak lain, berbagai keluhan yang dialami oleh warga Papua, dengan segala hormat tak bisa kita abaikan begitu saja. Mengingat dalam pembukaan UUD 45, kita juga memdeklarasikan “Kemerdekaan Adalah Hak Semua Bangsa”. Nah, di antara dua kepentingan yang saling berhadapan itu, bagaimana menemukan jalan tengah yang “win win”? Apakah demi NKRI harga mati, orang papua akan dibunuhi atau digebuki? Atau, kalau kita mendengarkan aspirasi mereka, apakah itu berarti membiarkan mereka memisahkan diri?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Mikael Hilman (Aktivis Muda Papua/ Advokat Pendamping Mahasiswa Papua) dan Bonar Tigor Naipospos (Wakil ketua Setara Institute). (Heri CS)

Berikut diskusinya: