Dapatkah Tuduhan Kecurangan Pemilu 2019 Menjustifikasi Penolakan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Prabowo menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.

Demikian disampaikan Prabowo dalam acara ‘Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019’ di Jakarta Pusat, Selasa (14/05/2019) malam lalu. Prabowo mengatakan, selama ini pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) telah mengumpulkan bukti terkait dugaan kecurangan yang terjadi. Dalam acara tersebut, tim teknis BPN menyampaikan pemaparan mengenai berbagai kecurangan yang terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudahnya. Di antaranya adalah permasalahan daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos hingga salah hitung di website KPU.

Merespons hal itu, KPU meminta Prabowo melapor bila terdapat indikasi kecurangan. Menurut komisioner KPU Ilham Saputra, prinsipnya kalau ada indikasi kecurangan silakan dilaporkan kepada lembaga terkait yakni Bawaslu. Menurut Ilham, saat ini KPU membuka diri bila adanya laporan yang dilayangkan terkait dugaan kecurangan. Ilham juga mengatakan nantinya laporan tersebut akan ditindaklanjuti Bawaslu.

Komisioner KPU lain, Wahyu Setiawan menilai, sikap BPN tersebut tidak sejalan dengan sikap saksi mereka yang ikut dalam rapat pleno rekapitulasi nasional di Kantor KPU. Sejauh ini saksi dari Prabowo-Sandi belum pernah menyandingkan data hasil pilpres milik mereka di setiap provinsi yang diklaim berbeda dengan hasil penghitungan KPU.

Lantas, dapatkah tuduhan kecurangan, menjustifikasi penolakan? Prabowo Subianto menolak perhitungan yang dianggap curang, lalu adakah jalan keluar ketika Pemilu menemui jalan Buntu?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Khairul Fahmi, SH, MH (Dosen Hukum Tata Negara, Peneliti Pemilu Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang) dan Prof Dr Siti Zuhro (Peneliti Politik dari LIPI). (Heri CS)

Berikut diskusinya: