Menakar Keberpihakan dan Keseriusan Pemerintah pada Pengembangan Riset dan Teknologi di era Revolusi Industri 4.0?

Semarang, Idola 92.6 FM – Riset dan Pengembangan tekonologi memegang peran penting bagi kemajuan sebuah negara. Konon, maju tidaknya sebuah negara bergantung pada serius-tidaknya pemerintah dalam keberpihakannya pada anggaran untuk riset. Singkat kata, riset adalah prasyarat mutlak kemajuan sebuah peradaban manusia di sebuah bangsa.

Nah, terkait ini, baru-baru publik dihebohkan dengan cuitan CEO dan founder Bukalapak Achmad Zaky. Dalam cuitannya, Zaky menyebut omong kosong Revolusi Industri 4.0, jika budget research & development (R&D) Indonesia masih jauh dibandingkan negara lain. Dalam data yang disodorkan Zaky per tahun 2016, Indonesia jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia. Indonesia menduduki peringkat 43 dunia dengan hanya USD 2 miliar sementara Singapura dan Malaysia berada di peringkat 25 dan 24 dengan USD 10 miliar.

Terlepas dari gesekan panasnya politik dukung mendukung antarkandidat capres, sejatinya kita patut mengapresiasi spirit yang dikemukakan Zaky sebab, begitu urgen-nya persoalan ini. Mengingat, Revolusi Industri 4.0 sudah di depan mata bahkan kita alami. Ia menjadi semacam sesuatu yang tak terhindarkan sudah terjadi dan harus diikuti. Di sela-sela permintaan maafnya pada netizen, Zaky menjelaskan bahwa dalam 20 hingga 50 tahun ke depan, Indonesia perlu investasi dalam riset dan SDM kelas tinggi agar tidak kalah dengan negara lain.

Terlepas dari data yang dikutip Zaky yang bisa saja kurang update atau tidak komprehensif soal dana riset alokasi pemerintah atau meliputi dana R&D sektor swasta, ia seolah mengingatkan negara ini—apakah pemerintah bisa mewujudkan Revolusi Industri 4.0 dengan anggaran terbatas. Di sisi lain, cuitannya juga mengingatkan kualitas SDM yang masih jauh dari memadai.

Nah, terkait ini, kita jadi bertanya-tanya, haruskah agenda besar bangsa ini mesti diabaikan demi hajatan pemilihan presiden? Bukankah sesungguhnya persoalan ini justru menentukan maju dan tidaknya bangsa ini ke depan? Tidakkah sebaliknya, persoalan yang dikemukakan CEO Bukalapak Achmad Zaky tersebut mestinya terus didengungkan agar menjadi semacam kontrak politik yang mestinya dilakukan siapapun presidennya?

Atas pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Prof Rhenald Kasali (Guru Besar FEB Universitas Indonesia/ Founder Rumah Perubahan) dan Prof Iwan Pranoto (Guru Besar ITB). (Heri CS)

Berikut diskusinya: