Antisipasi Meluasnya Virus Corona, Bagaimana Imbauan Efektif agar Warga Tak Mudik?

Antisipasi Covid-19

Semarang, Idola 92.6 FM – Penurunan aktivitas ekonomi di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya akibat Pandemi Corona berpotensi memicu arus migrasi lokal pekerja sektor informal ke daerah asal. Apalagi dalam waktu dekat, kita akan memasuki ritual tahunan arus mudik jelang Lebaran. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu mengantisipasi agar tidak memperluas penyebaran penyakit Covid-19.

Terkait mudik, pemerintah mengimbau mesyarakat agar tidak mudik ke kampung halaman baik saat ini maupun Lebaran nanti. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah kemungkinan tersebarnya virus corona di daerah yang masih bersih atau agar sebarannya tak lebih luas lagi. Tak hanya imbauan, pemerintah kini pun tengah mengkaji larangan mudik bagi warga.

Menurut Wapres Ma’ruf Amin, pada era ini, silaturahim bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memanfaatkan komunikasi lewat teknologi. Terlebih lagi, agama juga mengajarkan apabila ada maslahat yang bisa didapatkan tetapi ada bahaya, maka prinsip yang harus digunakan adalah menolak bahaya itu terlebih dahulu.

Semantara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah-Robert Endi Jaweng mengingatkan pemerintah pusat tegas membatasi arus mudik dari Jabodetabek ke daerah asal. Menurutnya, pemerintah daerah terutama di wilayah kepulauan tak memiliki sumber daya manusia dan alat memadai untuk menangani Covid-19 seperti di Pulau Jawa.

Physical Distancing
Physical Distancing.

Kita ketahui bersama, kesadaran masyarakat menjalankan social distancing atau pembatasan sosial serta menghindari aktivitas pengumpulan massa sangat dibutuhkan untuk membatasi penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19 di Indonesia yang kini menjadi Pandemi. Social distancing atau jaga jarak sosial dimaksudkan agar masyarakat secara sukarela menjaga jarak sosial agar penularan bisa dikendalikan. Ini tentu saja bukan sekadar imbauan, tercatat hari demi hari jumlah pasien positif virus corona dan yang meninggal semakin bertambah. Data pada Kamis 26 Maret 2020, pasien positif virus corona bertambah menjadi 893 orang. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 78 orang, dan jumlah yang sembuh 35 orang.

Namun sayangnya, imbauan-imbauan ini akan berhadapan dengan sesuatu yang bersifat emosional dan perasaan. Orang lebih digerakkan oleh perasaan bukan pertimbangan pemikiran logis. Karena di Salah satu bagian otak kita ada yang bernama system limbic. Di dalamnya, terdapat amigdala yang mengontrol emosi dan perilaku. Saat merasakan kesedihan, atau ketakutan, mereka lebih menggunakan perasaan sebagai petunjuk ketimbang berpikir logis. Artinya, ritual mudik dalam situasi semacam ini bisa jadi akan tetap menjadi pilihan utama ketimbang tetap berdiam diri di tanah rantau—meski di tengah kondisi krisis Pandemi Corona.

Lantas, ketika imbauan social distancing atau physical distancing itu sebetulnya membatasi dan memutus rantai penyebaran virus corona. Tetapi kita memiliki budaya mudik yang jadi ritual tahunan, justru berpotensi penyebaran masif. Maka, bagaimana cara kita agar imbauan ini efektif? Apa yang mesti kita lakukan agar imbauan tidak mudik bisa efektif?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dr. H.M Mukhsin Jamil, M.Ag (wakil rektor UIN Walisongo Semarang), Abdul Fickar Hadjar (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta), dan Suprapto (Manager Humas PT KAI Daop 8 Surabaya). (Heri CS)

Berikut podcast diskusinya: