Berkolaborasi Melawan Corona: Bagaimana Mempersempit Penyebaran Virus Corona?

Positif Korona

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam novel yang berjudul La Peste atau jika diterjemahkan berarti Sampar atau wabah, sang penulis Albert Camus menceritakan situasi wabah di Kota Oran. Di tengah wabah mematikan itu, Camus menyebut ada 3 jenis manusia yaitu, Pertama, mereka yang menyebut wabah sebagai kutukan Tuhan; Kedua, mereka yang menyebut wabah sebagai hal medis biasa; dan ketiga, mereka menyebut wabah sebagai berkah karena sebuah penderitaan selalu merupakan pembebasan dari penderitaan yang lain.

Kemudian, Camus melaui tokoh dr Bernard Rieux, menyebutkan bahwa hal yang penting di tengah wabah adalah menyadari ketidakmampuan kita dalam menafsirkan segala. Lebih baik terima sewajarnya dan mencoba hidup berbahagia. Artinya, tak perlu panik namun tetap waspada.

Sepenggal kisah dalam novel La Peste itu terasa masih sangat kontekstual dengan situasi saat ini, manakala dunia menghadapi wabah yang kini sudah menjadi Pandemi corona. Ada beragam sikap, ada berbagai cara, hingga beragam upaya untuk menanggulanginya. Bagi Camus, wabah justru bisa dianggap sebagai titik mula kehidupan yang membuat kita berkenalan kembali dengan makna kemanusiaan.

Novel La Peste

Ketika penyakit akibat serangan virus Covid-19 menyebar di China dan negara-negara lain, banyak pihak di Indonesia yang menganggap Indonesia adalah pengecualian. Di Malaysia, Singapura, dan Thailand ada orang yang positif tertular, kita belum. Situasi itu dianggap sebagai sesuatu yang melegakan. Seolah ada tangan ajaib yang melindungi kita sehingga kita bisa terhindar. Namun, sekarang sudah terbukti bahwa kita tidak berbeda dengan negara lain.

Di Indonesia kasus corona pertama diumumkan pada 2 Maret 2020. Berikutnya, dari hari ke hari angka itu terus meningkat tajam hingga mencapai 134 kasus positif corona—di mana 5 pasien meninggal dan 8 pasien dinyatakan sembuh (data per 16 Maret 2020).

Fakta menunjukkan bahwa virus corona menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Warga negara biasa, pemain film, atlet olahraga, pesepakbola, politisi, menteri, kepala negara bahkan dokter dan perawat pun telah ada kasus yang terinfeksi.

Sebagai pandemi, seluruh dunia perlu bahu membahu dan saling belajar. Indonesia dapat menggunakan berbagai contoh negara-negara lain untuk membangun sendiri system kepemimpinan dalam masa krisis. Selain itu, Indonesia pun perlu belajar pada empati tokoh-tokoh ataupun pesohor dunia pada upaya mengatasi krisis pandemi corona.

Di Prancis, para perusahaan barang mewah mulai memproduksi hand sanitizer dan mengesampingkan produksi parfum mewahnya. Louis Vuitton, induk usaha perusahaan barang mewah seperti Christian Dior, Guerlain, dan Givenchy, sepakat membantu pemerintah untuk memberantas virus corona. Caranya dengan memproduksi hand sanitizer dan membagikan secara gratis.

Kemudian, di Portugal —megabintang sepakbola Christiano Ronaldo dikabarkan akan mengubah hotel yang ia miliki menjadi rumah sakit untuk membantu penanganan virus corona. Di Indonesia sebuah brand produk obat Kimia Farma pun melakukan upaya serupa dengan menjual masker seharga 2 ribu Rupiah—meski dibatasi per orangnya.

Kini, meski pemeritah telah membentuk gugus tugas dan menunjuk juru bicara yang menginformasikan perkembangan penyebaran Covid-19 secara teratur, namun pertanyaan penyakit baru Covid-19 masih menggayut. Pertanyaan itu terutama ke mana dan bagaimana mitigasi pandemi.

Selama ini, informasi yang kerap disampaikan kepada masyarakat adalah sering mencuci tangan, tidak menyentuh daerah wajah, dan mengenakan masker wajah bila flu. Informasi tersebut memang bermanfaat dan perlu disampaikan tetapi kurang memadai untuk mencegah penularan. Sebab, penularan terjadi karena kontak dengan orang-orang yang terinfeksi. Lalu, seserius apa pula upaya penelusuran pada mereka yang masuk dalam kategori asymptomatic carrier atau pembawa tanpa gejala?

Sejumlah pihak menilai, Indonesia saat ini berada fase krisis. Kita ketahui, krisis mempunyai dua sisi, yaitu bahaya dan kesempatan. Kita harus bersama menghadapi bahayanya, dengan menjadikan krisis ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri. Di tengah kedukaan, saatnya semua pihak untuk berempati?

Lantas, berkolaborasi melawan virus corona, bagaimana mempersempit penyebaran Corona? Bagaimana pula memobilisasi dan mendorong segenap elemen masyarakat untuk bersama-sama berkolaborasi, nyengkuyung dalam menghadapi persoalan ini? Bagaimana pula menarasikan bahwa di tengah kedukaan, saatnya semua pihak untuk berempati?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Pandu Riono (Ahli Epidemiologi/ staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) dan Nunung Rusmiati (Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita)). (Heri CS)

Berikut diskusinya: