Mencermati Inkonsistensi Arah Kebijakan Pendidikan

Siswa SD

Semarang, Idola 92.6 FM – Akhir-akhir ini, masyarakat kampus serta pakar dan praktisi pendidikan masyarakat dan pendidikan nonformal ramai memperbincangkan berbagai kebijakan yang terkait arah pendidikan masyarakat yang dinilai bertentangan satu sama lain.

Demikian dikemukakan Hafid Abbas, Guru Besar FIP Universita Negeri Jakarta, yang juga Konsultan Internasional UNESCO untuk Kawasan Asia-Pasifik 1992-1995, dalam Kompas (15/01/2020). Menurut Hafid, inkonsistensi itu terutama setelah diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada akhir Desember lalu. pada pasal 6 ayat c Perpres No 72 tahun 2019 tentang Kemdikbud, memuat tentang Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Aturan ini mulai diundangkan pada 24 Oktober 2019.

Selanjutnya, pada pasal 14 perpres tersebut disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat. Namun, pada 16 Desember 2019, Presiden Joko Widodo menerbitkan lagi Perpres No 82/ 2019 yang menganulir peraturan sebelumnya tentang Kemdikbud yang sudah menghilangkan direktorat jenderal yang menangani urusan pendidikan masyarakat.

Hafid Abbas
Hafid Abbas, Guru Besar FIP Universita Negeri Jakarta.

Menurut Hafid, kebijakan baru ini telah melahirkan berbagai polemik dan isu mendasar. Kebijakan ini terlihat mengingkari perjalanan sejarah panjang (a denial of history) pembangunan pendidikan di negeri ini. Jauh sebelum Indonesia merdeka, pada era pemerintah kolonial, pada era Angkatan Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, misalnya, pendidikan masyarakat telah dijadikan pijakan pada semua upaya mencerdaskan kehidupan bangsa untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan yang sudah berabad-abad lamanya. Kemudian, kebijakan ini dinilai tak realistis, tidak sesuai kebutuhan nyata masyarakat dan tidak konsisten. Hafid menambahkan, kebijakan ini juga tak berorientasi pada kepentingan masa depan.

Lantas, mengurai problem ini dan mencermati inkonsistensi arah kebijakan pendidikan, bagaimana mestinya? Bagaimana menyinkronisasi berbagai macam pemikiran praktisi pendidikan dan guru besar bangsa agar menjadi grand design sebagai pijakan bangsa ke depan?

Guna mendiskusikan ini, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Hafid Abbas (Guru Besar FIP Universita Negeri Jakarta, Konsultan Internasional UNESCO untuk Kawasan Asia-Pasifik 1992-1995) dan Mohammad Abduhzen (Advisor Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina). (Heri CS)

Berikut diskusinya: