Menuju Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Keuangan di Daerah

Digital Payment
images/oedigital

Semarang, Idola 92.6 FM – Kemajuan teknologi digital tak bisa dibendung. Satu per satu masalah akses komunikasi digital perlahan mulai diurai—namun, hal itu ternyata belum cukup. Kita masih menghadapi berbagai problem, aral masih melintang di jalan menuju ke sana.

Maka, kita menyambut baik langkah Bank Indonesia (BI) yang meluncurkan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD). Saat ini, terdapat 110 tim P2DD dari 542 daerah otonom. Tugas tim ini adalah mempercepat dan memperluas digitalisasi transaksi keuangan di daerah. Pemerintah menyiapkan payung hukum untuk mempercepat digitalisasi transaksi keuangan daerah.

Upaya BI itu juga didukung pemerintah melalui APBN terutama dalam pemerataan akses jaringan di wilayah terdepan, tertinggal, dan terpencil. Pemerintah menganggarkan Rp17 triliun hingga tahun 2024.

Sebelumnya, kita ketahui, pemerintah berusaha keras meningkatkan akses internet melalui jaringan serat optik Palapa Ring. Meski sudah terbangun sejak 2019 lalu, pemakaian fasilitas itu membutuhkan peningkatan. Bisa dikatakan, saat ini, akses warga memang masih terhalang, tetapi tulang punggung komunikasi sudah terbangun.

QR Code Payment
images/istimewa

Meski demikian, berbagai upaya yang tengah dirintis, dibangun, dan disiapkan itu masih belum bisa mempercepat digitalisasi ke daerah. Di beberapa kasus kita masih dihadapkan pada kehendak segelintir orang yang masih ingin memanfaatkan peluang aji mumpung. Mereka berpikiran, digitalisasi akan menghambat dan mengurangi tindakan aji mumpung yang berujung pada korupsi. Diibaratkan masalah kehendak menuju tujuan agar proses lebih efisien dan transparan ini, masih kalah dengan mereka yang menginginkan transaksi manual dan konvensional yang mudah sekali diakali.

Selain itu, menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, ada banyak tantangan dan hambatan teknis untuk mewujudkan percepatan digitalisasi transaksi keuangan di daerah. Di antaranya faktor regulasi–karena sistem keuangan di daerah masih berbeda-beda. Kemudian, sistem dan jaringan infrastruktur yang masih terbatas, dan keterbatasan dalam layanan akses perbankan.

Lantas, menuju percepatan dan perluasan digitalisasi transaksi keuangan di daerah: apa saja hambatan yang masih menjadi penghalang? Langkah nyata atau terobosan apa yang mesti dilakukan untuk mengatasinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Djohermansyah Djohan (Pakar Otonomi Daerah); Robert Endi Jaweng (Anggota Ombudsman RI); dan Erwin Haryono (Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia). (her/andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: