Quo Vadis KPK: Bagaimana Mengembalikan Marwah KPK?

Gedung KPK
photo/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Badai seolah tak kunjung reda menggoyang rumah besar pemberantasan korupsi bernama KPK. Bertubi-tubi badai itu datang silih berganti, seolah hendak merubuhkan KPK.

Setelah berpolemik tak berkesudahan soal tes wawasan kebangsaan (TWK), kemudian tuntutan ringan Jaksa KPK pada mantan Mensos Juliari Batubara, kini badai itu kembali menghantam KPK—berupa: pelanggaran etik yang dilakukan salah satu unsur pimpinannya.

Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena terbukti melanggar etik. Namun, hukuman berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama satu tahun dinilai kalangan pegiat antikorupsi, masih teramat ringan.

Sebab, dampak dari pelanggaran etik yang dilakukan Lili bisa melukai kredibilitas dan kepercayaan publik kepada KPK. Padahal, upaya membangun kembali kepercayaan publik menjadi salah satu pekerjaan rumah KPK.

Lili terbukti melakukan pelanggaran etik berupa penyalahgunaan pengaruh. Ia juga berhubungan langsung dengan pihak yang kasusnya tengah ditangani KPK.

Hukuman ringan yg dijatuhkan oleh Dewas KPK kepada Lili Pintauli Siregar semakin meruntuhkan kredibilitas KPK. Apalagi sebelumnya, kasus serupa juga dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Kemudian menyusul, kasus tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK serta tuntutan yang dinilai kurang serius dalam kasus korupsi bansos yang melibatkan bekas Menteri Sosial Juliari Batubara.

“Quo Vadis KPK?”: benarkah ini semua mengindikasikan terjadinya upaya pelemahan KPK dari dalam?” Apa yang mesti dan bisa kita lakukan untuk mengembalikan marwah KPK?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Aan Eko Widiarto (Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang/ Ahli Hukum Tata Negara); Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto/Tergabung juga dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi); dan Zaenur Rohman (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: