Ribuan Pelanggaran Terjadi Selama PPKM Darurat

Warung masa PPKM Darurat
Petugas polisi memeringatkan kepada pemilik warung yang masih nekat menerima pembeli makan di tempat, Senin (5/7).
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92,6 FM – Pemprov Jawa Tengah menerima 1.706 laporan pelanggaran selama dua hari pelaksanaan PPKM darurat, dari kabupaten/kota se-Jateng. Pelanggaran tertinggi berasal dari pedagang kaki lima (PKL), dan kemudian disusul pemilik toko.

Pejabat sementara Sekda Jateng Prasetyo Aribowo mengatakan ada 713 pelaku PKL yang terjerat dari operasi yustisi, dan 269 pemilik toko melanggar protokol kesehatan saat pelaksanaan PPKM darurat. Pernyataan itu dikatakannya usai mengikuti rapat evaluasi penanganan COVID-19, Senin (5/7).

Prasetyo menjelaskan, pelanggaran lainnya selama dua hari kegiatan PPKM darurat adalah pasar tradisional dan pasar modern serta tempat karaoke dan kegiatan hajatan. Sedangkan untuk kabupaten/kota yang paling banyak terdapat pelanggaran protokol kesehatan adalah Kabupaten Wonosobo dengan 238 pelanggar, Purbalingga sebanyak 216 pelanggar dan Kendal 203 pelanggar.

Menurutnya, pemkab/pemkot se-Jateng harus terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait kebijakan PPKM darurat.

“Ini kan sudah dua ingub yang dikeluarkan ya, di situ memuat sanksi. Ada sanksi bagi kepala daerah, pelaku usaha atau orang yang tidak melaksanakan PPKM darurat akan dikenakan sanksi. Sanksinya mulai dari sanksi administratif, sanksi penutupan usaha sampai sanksi pidana. Itu sudah kita keluarkan, dan ini pelaksanaannya di lapangan hampir seluruh kabupaten/kota sudah melakukan tindak lanjut. Sehingga, kami mendorong temen-temen kabupaten/kota untuk turun bergerak bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat,” kata Prasetyo.

Lebih lanjut Prasetyo meminta kabupaten/kota se-Jateng, agar terus memasifkan operasi yustisi dalam menertibkan para pelanggar protokol kesehatan selama pelaksanaan PPKM darurat. Operasi yustisi yang dilakukan, juga harus diimbangi dengan teguran kepada pelanggarnya.

“Kalau semua bergerak dalam frekuensi yang sama dan sadar, maka kita bisa menyelesaikan persoalan ini,” pungkasnya. (Bud)