Ancam Kebebasan Masyarakat Sipil, AJI Semarang Gelar Aksi Tolak RKUHP

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang bersama sejumlah elemen pers kampus dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Semarang menggelar aksi damai menolak pengesahan Rancangan Kitab Hukum Pidana (RKUHP), Senin (05/12) di Halaman Kantor DPRD Jawa Tengah Jl Pahlawan Semarang. (Foto Dok AJI Semarang)

Semarang, Idola 92.6 FM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang bersama sejumlah elemen pers kampus menggelar aksi damai menolak pengesahan Rancangan Kitab Hukum Pidana (RKUHP), Senin (05/12) pagi kemarin di Halaman Kantor DPRD Jawa Tengah Jl Pahlawan Semarang. Mereka menilai RKUHP tersebut masih bermasalah dan berpotensi mengancam kebebasan masyarakat sipil ketika telah disahkan menjadi undang-undang.

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan menyatakan, adanya pasal-pasal yang mengancam masyarakat sipil, salah satunya aktivitas pekerja jurnalis dalam melakukan profesionalitas kerja mereka.

Pasal tersebut termaktub dalam dokumen yang diluncurkan AJI Indonesia pada 19 Agustus 2022 lalu, yakni terkait adanya sembilan belas pasal yang mengancam sebuah pemberitaan dari awak pers, seperti jurnalis, editor, pemimpin redaksi dan narasumber.

“RKUHP ini mengancam kawan-kawan jurnalis untuk memberitakan sebuah kebenaran. Maka, hari ini kita mengajak kawan-kawan semua untuk melakukan penolakan supaya jalannya demokrasi di negara ini tidak ikut terancam,” kata Aris yang juga jurnalis Suara Merdeka.

Dari 19 RKUHP yang dikritik AJI, 2 pasal dihapus yakni Pasal 347 dan Pasal 348 terkait penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara dan penyebarluasannya. Namun, menurut Aris, Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, masih tetap ada.

“Jadi, ya sama aja karena di bagian penjelasan disebut bahwa yang dimaksud pemerintah adalah presiden dan wapres, sementara lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, MA dan MK,” ujarnya.

Aris menambahkan, pasal lain soal merintangi dan mengganggu proses peradilan (diubah lagi ke Pasal 280) dan hanya dihapus frasa merekam dan mempublikasikan ulang. Tetapi, tetap perlu izin untuk proses persidangan live streaming dan ada penambahan poin soal larangan menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan dengan ketentuan tambahan delik aduan. “Menurut kami, ini sepertinya akan bermasalah juga,” tuturnya.

Dari sebanyak 19 pasal problematik buat pers tersebut, berdasarkan draf terbaru per 30 November 2022, Aris merasa masih ada sisa 17 pasal bermasalah.

Atas dasar itu, menurut Aris, AJI Semarang mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mencabut 17 pasal bermasalah tersebut dari draf RKUHP versi 30 November 2022. Segala perubahan tersebut harus selalu diperbarui melalui website resmi Kemenkumham dan DPR agar dapat dikontrol publik.

Kemudian, mendesak DPR RI dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP dan mengkaji ulang pasal-pasal bermasalah. Dan, mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mendengar dan mengakomodasi masukan dari publik.

“Pemerintah dan DPR selama ini seperti ‘tebal kuping’ atas masukan dari publik dan lebih senang melakukan sosialisasi RKUHP, ketimbang membuka partisipasi publik secara bermakna,” tandasnya.

Demonstrasi tersebut juga diikuti jurnalis dari lembaga pers mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Kota Semarang. Mereka bergantian berorasi menyampaikan penolakan pengesahan RKUHP sambil membawa poster dan spanduk berisi penolakan.

Aksi Penolakan RKUHP di 40 Kota

Selain di Semarang, aksi demonstrasi tolak pengesahan RKUHP juga terjadi di berbagai kota lainnya di Indonesia. AJI menyatakan menggelar demo serupa di 40 kota. Di Jakarta, demonstrasi dipusatkan di depan Gedung DPR RI.

Selain AJI, turut sejumlah organisasi masyarakat sipil lain seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) dan Trend Asia.

Sebelumnya, puluhan orang yang tergabung dalam ‘Koalisi Rakyat Semarang Tolak RKUHP’ juga menggelar aksi demo menolak RKUHP di kawasan Tugu Muda Semarang, Sabtu (03/12) lalu. Kordinator lapangan Demo Tolak RKUHP di Tugu Semarang, Umarul Faruq menyatakan ada sembilan tuntutan dalam aksi tersebut.

Di antaranya, tunda Pengesahan RKUHP dan perbaiki poin-poin bermasalah, hilangkan segala bentuk pemberangusan demokarasi dan pemberangusan hak-hak sipil, lindungi segala bentuk praktik merawat nalar kritis dan politik sipil, tolak pelemahan hukum terhadap kasus pelanggaran HAM, dan hilangkan diskriminasi terhadap masyarakat adat.

Sementara itu, menjawab penolakan publik, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyadari, RKUHP tak bakal 100 persen disetujui oleh semua pihak. Oleh karena itu, dia bilang masyarakat bisa melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) jika masih tak setuju.

“Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi,” kata Yasonna di kompleks parlemen, dilansir dari CNN Indonesia (05/12).

Sekretariat Jenderal DPR sebelumnya telah mengonfirmasi RKUHP masuk dalam pembahasan tingkat II untuk disahkan menjadi UU dalam Paripurna besok, Selasa (06/12).

Keputusan diambil setelah pekan kemarin RUU tersebut telah disetujui dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu bersama DPR dan pemerintah yang diwakili Kemenkumham RI. (her)