Bagaimana Merekonsiliasi Perbedaan Pandangan Politik Pascapemilu 2024?

Rekonsiliasi
Ilustrasi/Worldstream

Semarang, Idola 92.6 FM – Rakyat Indonesia telah memilih paslon Capres-Cawapres hingga calon legislator pada Pemilihan Umum 2024, Rabu 14 Februari 2024. Pemilu serentak dalam sejarah Indonesia ini telah berlangsung nyaris tanpa kendala berarti.

Meski masih menunggu penghitungan suara oleh KPU, bisa dikatakan bahwa Pemilu telah usai. Siapapun yang menang merupakan pilihan rakyat. Kita mengingat adagium: ”Vox Populi, Vox Dei.” Ungkapan dalam bahasa Latin ini berarti, suara rakyat adalah suara Tuhan.

Berdasarkan hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei terkemuka, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2-Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, unggul sementara. Mereka mengungguli dua pasangan capres-cawapres lainya.

Dengan kehadiran hitung cepat, selain untuk mengawal proses demokrasi ini, sisi baiknya adalah masyarakat dapat beranjak untuk melanjutkan hidupnya. Selain itu, seusai kontestasi politik ini, idealnya pihak yang menang ataupun kalah dapat bekerja sama demi tujuan yang lebih besar. Salah satunya, menyongsong Indonesia Emas 2045. Sebab, Hanya dengan menyingkirkan perbedaan di antara kita, apalagi sekedar perbedaan pilihan politik, bangsa ini dapat menghadapi tantangan-tantangan besar di masa depan.

Lalu, bagaimana cara menjaga agar modal sosial milik bangsa tak ikut terkikis atau bahkan terbelah selama kontestasi? Bagaimana langkah merekonsiliasi perbedaan pandangan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia dan Dr. A.B. Widyanta, M.A (Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: