Lagi, Ketua MK dilaporkan Ke Dewan Etik

Jakarta, Idola 92.6 FM – Ketua MK Arief Hidayat kembali dilaporkan ke Dewan Etik. Tercatat sejak menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi ( MK), Arief Hidayat telah dilaporkan sebanyak enam kali ke Dewan Etik MK terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.

Kali ini Arief dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim. Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan Arief yang diduga mengunggah tulisan di sebuah grup Whatsapp. Koordinator Program PBHI Julius Ibrani menuturkan bahwa pesan yang diunggah oleh Arief berisi tentang komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi yakni putusan MK No. 46/PUU-XIV/2016.

Selain itu, pesan tersebut juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan. “Secara implisit, substansi pesan yang diduga diunggah oleh terlapor ke dalam grup Whatsapp tersebut juga memperlihatkan sikap terlapor yang berpihak dan condong pada pihak Pemohon Perkara/ sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia,” ujarnya.

Menurut Julius, Arief diduga telah melanggar peraturan Mahkamah Konstitusi No 09/PMK/2006 tentang Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi. Ia menuturkan setidaknya ada lima prinsip yang telah dilanggar, yakni prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kepantasan dan kesopanan, prinsip kesetaraan dan prinsip kecakapan dan keseksamaan.

Lalu, Ketua MK sudah dilaporkan ke Dewan Etik hingga 6 kali, apa sesungguhnya yang terjadi dengan Ketua MK Arief Hidayat? Benarkah ada kekuatan sistemik di dalam tubuh MK? Lalu, apa upaya civil society yang bisa dilakukan untuk menjaga marwah MK? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang mewawancara Julius Ibrani (Koordinator Program Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)). [Heri CS]

Berikut Wawancaranya: