Mendorong Hadirnya Kampanye Substantif yang Berbasis Adu Gagasan dan Bukan Sensasi yang Hanya Berbasis Olok-olok Saling Serang

Ilustrasi mojok.co

Semarang, Idola 92.6 FM – Masa kampanye Pemilu 2019 yang sudah berjalan selama dua bulan terakhir ini dirasakan belum menjadi ajang penyampaian pesan kepada publik secara maksimal dan efektif. Banyak pemilih belum memahami apa yang akan dilakukan, baik oleh partai politik maupun kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam lima tahun ke depan.

Kurang maksimalnya penyampaian pesan, janji, gagasan, dan program pada masa kampanye ini tak lepas dari cara penyampaian yang akhir-akhir ini cenderung lebih banyak bermain di wilayah sensasi dibandingkan dengan substansi. Hal ini, seolah tak menghadirkan pendidikan dan literasi politik bagi public.

Ruang publik pada masa kampanye cenderung ramai oleh diksi-diksi yang kurang dipahami pemilih, seperti tampang Boyolali, politisi sontoloyo, hingga politik genderuwo. Dan, terkini, hadir aksi berbalas-pantun perihal tabok-menabok antar kubu.

Berdasarkan hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu, masa kampanye sepanjang dua bulan terakhir ini belum efektif memberikan pemahaman kepada publik tentang apa saja hal substantif yang akan dikerjakan dalam satu periode pemerintahan ke depan oleh para kontestan pemilu. Sebanyak 65,8 persen responden jajak pendapat mengaku belum memahami program-program baik dari calon anggota legislatif maupun dua pasangan capres.

Lantas, bagaimana mendorong hadirnya kampanye substantif yang berbasis pada adu program dan gagasan, bukan sensasi yang berbasis adu jargon dan olok-olok saling serang? Bagaimana pula menghadirkan kampanye sebagai pendidikan politik bagi publik?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wawan Mas’udi, Ph.D (Pengamat Politik dari UGM Yogyakarta) dan Arif Susanto (Analis Politik Exposit Strategic). (Heri CS)

Berikut diskusinya: