Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Sektor Usaha Makanan dan Minuman di Dalam Negeri

Semarang, Idola 92.6 FM – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memperkirakan pengusaha makanan dan minuman akan menaikkan harga jual produk sekitar 3-5 persen bila nilai tukar rupiah kian terpuruk dalam beberapa waktu ke depan. Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman mengatakan proyeksi kenaikan harga ini merujuk pada penurunan margin keuntungan yang terpaksa ditanggung pengusaha sejak rupiah melemah hingga melewati level Rp14.900 per dolar Amerika Serikat (AS) saat ini, dari kisaran Rp13.400 per dolar AS awal tahun ini.

“Ini merupakan jalan terakhir kalau pelemahan rupiah tak bisa juga dibendung, karena sebenarnya pengusaha mengantisipasi rupiah hanya sampai kisaran Rp14.500 per dolar AS, ternyata sekarang sudah lewat,” katanya.

Kendati begitu, Adhi belum bisa memberi estimasi terkait waktu kenaikan harga produk benar-benar dirasakan konsumen. Sebab, para pengusaha mamin masih terus berusaha mempertahankan harga jual, meski margin terus tergerus. Maklum saja, industri mamin merupakan salah satu sektor produksi yang banyak menggunakan bahan baku impor.

Sedangkan pelemahan rupiah saat ini otomatis membuat biaya penyediaan bahan baku mereka meroket, sehingga selisih biaya produksi dengan keuntungan yang didapat kian menipis. Untuk itu, pengusaha ingin pemerintah memberi kebijakan konkrit yang bisa membantu dunia usaha agar masih bisa menahan kenaikan harga produk. Pasalnya, ketika pengusaha egois menaikkan harga, bukan tidak mungkin pemerintah juga yang akan terciprat dampaknya karena berpotensi menimbulkan inflasi.

Ia mengusulkan setidaknya ada empat kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk menolong industri mamin.

1. Mensinkronkan regulasi di tingkat hulu ke hilir. Sebab, tak sedikit regulasi berbelit membuat pengusaha harus mengeluarkan biaya berlebih demi melancarkan masalah produksi.
2. Mensinkronkan pula kebijakan di tingkat pusat dan daerah.
3. Memberikan insentif bunga rendah bagi pembiayaan kegiatan ekspor industri mamin. Insentif bunga ini bisa dibuat seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
4. Mempermudah akses pasar ekspor ke negara-negara mitra dagang, baik yang baru maupun yang sudah lama.

Lantas, seberapa besar dampak pelemahan rupiah ini terhadap biaya produksi terutama di industri makanan dan minuman? Seberapa besar berpengaruh—berapa kontribusinya? Terkait upaya pemerintah yang membatasi ratusan komoditas impor barang. Bagaimana dengan GAPMMI—apakah mengganggu? Komoditas apa yang paling berpengaruh? Akankah GAPMMI menaikkan harga produk makanan dan minuman? Kebijakan apa yang diharapkan GAPMMI pada pemerintah sebagai jalan tengah—artinya pengusaha tak merugi, namun juga tak akan menaikkan harga? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Adhi S Lukman- praktisi industri pangan & Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). [Heri CS]

Berikut perbincangannya:

Artikel sebelumnyaUrgensi Transformasi Birokrasi di era Revolusi Industri 4.0
Artikel selanjutnya100 Hari Kerja Pertama Ganjar, APBD Perubahan 2018 Akan Dibenahi