Urgensi Transformasi Birokrasi di era Revolusi Industri 4.0

Semarang, Idola 92.6 FM – Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan dampaknya pada berbagai sendi kehidupan. Penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things, big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).

Tenaga Ahli Madya Kedeputian I Kantor Staf Presiden Eddy Cahyono dalam artikel berjudul “Revolusi Industri 4.0 dan Transformasi Organisasi Pemerintah” menyatakan, fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain.

Masih menurut Eddy, tak bisa dipungkiri, perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi Industri 4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai skala ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap perubahan.

Eddy Cahyono.

Struktur organisasi pemerintah yang selama ini bersifat mekanistis, hierarkis birokratis, departementalisasi yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi ke arah organisasi yang organik. Hal itu ditandai dengan informasi yang mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab ketidakpastian yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan kompleksitas yang tinggi.

Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang besar, tidaklah menjamin efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Yang lebih berperan adalah seberapa sukses transformasi organisasi dilakukan agar adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat.

Melihat berbagai fenomena ini—begitu kontrasnya dengan temuan Badan Kepegawaian Negara (BKN) baru-baru ini. BKN menemukan sebanyak 2.357 koruptor masih berstatus aparatur sipil Negara (ASN). Padahal, perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap. Data itu diperoleh BKN dari penelusuran data di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Ini artinya, ternyata birokrasi kita masih begitu gemuk dan tak efektif. Di sisi lain, ASN yang mestinya menjadi garda depan pelayan publik sebagai kepanjangan tangan pemerintah justru berperkara hukum dan wanprestasi.

Lantas, di tengah berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya, begitu mendesakkah transformasi birokrasi di era revolusi industry 4.0 saat ini? Prasyarat apa saja yang diperlukan untuk mendorong terwujudnya organisasi pemerintah yang optimal dan efektif agar adaptif terhadap perubahan yang begitu cepat?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof Dr Sofian Effendi dan Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro Semarang Yuwanto,Ph.D. [Heri CS]

Berikut perbincangannya: