Menyoroti Minimnya Kader Parpol Dalam Kontestasi Pilkada 2018

Semarang, Idola 92.6 FM – Tahapan pemilihan kepala daerah di 171 wilayah telah dimulai pada 8 hingga 10 Januari 2018. Konstestasi demokrasi ini seharusnya menjadi ajang pertarungan kader terbaik dari masing-masing partai politik. Namun, yang lebih menonjol diusung di pilkada tersebut justru sosok populer yang bukan berasal dari kader parpol.

Geliat parpol justru lebih banyak mengusung tokoh nasional, birokrat, selebritas, dan militer di luar kader parpol yang mencerminkan lemahnya parpol dalam pengaderan. Saat ini, parpol terlihat tak berdaya saat harus memajukan kandidat kepala daerah. Tokoh populer atau pemilik modal tiba-tiba bisa masuk ke parpol karena kemampuan modal atau jejaring mereka. Maka, tidak segan parpol meminang atau dipinang tokoh tersebut di pilkada.

Di sisi lain, pilkada tahun ini juga diwarnai dengan maraknya parpol mengusung kandidat militer dan Polri. Bahkan, di Jawa Barat, disebut sebagai perang jenderal karena munculnya tokoh dari kalangan militer ke dunia politik yakni, Mayjen (Purnawirawan) Sudrajat dan Muhammad Syaikhu yang diusung Partai Gerindra, PKS, dan PAN. Partai Lain, PDIP mengusung pasangan Mayjen (Purnawirawan) Tubagus Hasanuddin dan Inspektur Jendral Anton Charliyan.

Lantas, minimnya kader parpol dalam kontestasi Pilkada Serentak 2018, ada apa dengan pengaderan di tubuh parpol? Benarkah ini mencerminkan lemahnya parpol dalam mekanisme pengaderan dan system rekruitmen? Bentuk pembenahan seperti apa yang mesti dilakukan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Syamsuddin Haris (Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI) dan Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Undip/Pengamat politik, Yuwanto, Ph.D (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: