Merefleksi Kinerja DPR Selama Setahun, Benarkah DPR Lembaga Digdaya yang Tak berdaya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Beberapa waktu lalu Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, tidak ada yang patut dibanggakan dari DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya. Dari sisi evaluasi kinerja DPR dari sisi legislasi yang berhasil disahkan, peneliti Formappi Lucius Karus menilai, kinerja DPR tahun ini adalah yang paling buruk, sejak era reformasi. Untuk tahun pertama pemerintahan terdapat tiga RUU yang disahkan. Untuk tahun kedua mengalami peningkatan, terdapat 10 RUU yang disahkan.

Namun, mulai tahun ketiga mulai merosot, DPR hanya mensahkan enam RUU. Dan di tahun ke empat, hanya ada empat RUU yang disahkan oleh DPR. Dalam pidato pembukaan masa sidang (MS) I tahun sidang 2018-2019, ada tiga RUU yang ditargetkan selesai pembahasannya. Sementara, berdasarkan agenda kegiatan yang tercantum pada kalender kerja DPR, terdapat 21 RUU yang direncanakan oleh masing-masing alat kelengkapan dewan (AKD) untuk dikerjakan selama MS 1. Sehingga Jadi, untuk total keseluruhan, ada sekitar 24 RUU yang direncanakan DPR untuk dibahas pada MS I lalu.

Namun realisasinya diketahui, bahwa selama MS I TS 2018-2019 hanya ada 16 RUU yang dibahas oleh komisi-komisi DPR. Terdiri atas tiga RUU kumulatif terbuka, yaitu RUU APBN 2019, RUU kerja sama pertahanan Indonesia dengan Belanda, dan RUU kerja sama pertahanan Indonesia dengan Arab Saudi. Sedangkan untuk 13 RUU lainnya, merupakan RUU prolegnas prioritas. Lantas, bagaimana kinerja DPR RI hingga akhir tahun ini menurut catatan Formappi? Apa saja catatan penting dari kinerja tahun ini? Apakah ada peningkatan prestasi atau justru masih sama buruknya? Upaya apa yang bisa dilakukan sebagai refleksi demi perbaikan ke depan? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: