Menyongsong Pilkada Serentak 2020, Seberapa Mendesak Penerapan E-rekap melalui Revisi UU Pilkada?

Semarang, Idola 92.6 FM-Sejumlah pihak menyarankan kerangka hukum penerapan e-rekap diperkuat melalui revisi UU Pilkada. Peraturan KPU dinilai belum memadai. Kejelasan kerangka hukum yang mengatur rekapitulasi suara secara elektronik atau e-rekap di dalam Pilkada 2020 menjadi salah satu hal mendesak yang mesti disiapkan oleh penyelenggara.

Sebab, tanpa kerangka hukum yang jelas, penerapan e-rekap rentan menghadapi gugatan hukum. UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tidak secara eksplisit mengatur teknis rekapitulasi suara secara elektronik. Mantan anggota KPU yang juga peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay mengatakan, payung hukum e-rekap sebaiknya dituangkan dalam bentuk revisi UU Pilkada. Sebab, apabila merujuk pada keputusan KPU semata dikhawatirkan tidak cukup kuat untuk menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan e-rekap.

Lantas, menyongsong Pilkada Serentak 2020, seberapa mendesak penerapan e-rekap dan apa yang mesti disiapkan? Sebagai edukasi politik ke publik apa plus-minus penarapan e-rekap? Benarkah, melalui penerapan e-rekap ini, akan menjamin tak ada laginya kecurigaan dan tudingan kecurangan pada penyelenggara Pemilu?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Peneliti Senior di Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), pernah menjabat sebagai Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: